Ikuti Perkuliahan di UIKA Bogor, Semangat Mahasiswa Singapura Patut Diteladani

INILAHONLINE.COM, BOGOR – Semangat rombongan mahasiswa Institut Pengajian Tinggi Al-Zuhri, Singapura untuk belajar Psikologi Islam di Universitas Ibn Khaldun Bogor patut diteladani dan diapresiasi. Selama 4 hari kuliah, mereka memanfaatkan kesempatan emas, meski harus tidur hanya 1,5 sampai 2 jam sehari untuk memenuhi syarat 16 kali tatapmuka dalam satu semester. Hebatnya lagi, semua mahasiswa hadir, walau waktu kuliahnya full seharian mulai pukul 08.00 hingga 17.00 WIB.

Suasana perkuliahan tidak dibuat monoton di kelas, namun ada trik dan metode menarik yang disampaikan oleh Santi Lisnawati, MSi, MPd yang juga Wakil Dekan bidang akademik Fakultas Agama Islam dan Dr Imas Kania Rahman, MPd.I yang juga Sekretaris Program Magister Pendidikan Agama Islam. Apalagi ada mahasiswa berusia lanjut, namun mereka memiliki semangat belajar tinggi. Bagi mereka, belajar itu suatu kewajiban, sebagaimana diajarkan Agama Islam.

“Ketika belajar psikologi perkembangan, saya range stimulasinya dengan menghitung usia mulai dari urutan terendah sampai tertinggi. Mereka akhirnya berhitung di depan kelas, startingnya dari usia belasan 19 tahun sampai ke ujung ada yang berusia 60 lebih,” jelas Santi saat menceritakan suasana mengajar di dalam kelas.

Kerjasama ini sudah terjalin sejak 4 tahun yang lalu, menurut keterangan Wakil Dekan bidang akademik Fakultas Agama Islam UIKA. “Sebenarnya Al-Zuhry itu pusat pengajian Islam. Pada hari biasa, mereka sekolah formal kemudian Sabtu dan Minggu mereka ke masjid belajar baca Al-Qur’an. Awalnya, mereka ingin mendalami ilmu agama, tapi kalau di sini tidak bisa, jika tidak terstruktur,” jelas Santi Lisnawati.

Mengapa mesti ambil psikologi di UIKA? Karena, Singapura itu negara maju. Pengajian di Singapura menganut psikologi yang western. “Jadi pemikirannya akan agak nggak nyambung ke mereka. Tapi, karena mereka dasarnya adalah mengaji berbasis Islamic psikologi jadi memang bahasanya psikologi perkembangan, namun di dalamnya sesungguhnya ada muatan-muatan yang pondasinya itu berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.

Misalnya, membahas perkembangan anak remaja tidak akan terlepas dari bagaimana adab dari pendidikan-pendidikan agama itu masuk ke sana. Kalau mereka masuk usia baligh, apa yang mesti diperbuat, ketika di usia dewasa mencari pasangan hidup, bagaimana tuntutan beragama. Sebenarnya arah kajian mereka ke sana,” ungkap Santi Lisnawati.

UIKA dikenal sebagai kampus bertagline Islamisasi Sains. Di kampus UIKA mulai masuk, mahasiswa dibiasakan baca do’a. Di Singapura, banyak universitas yang membutuhkan pembelajaran psikologi perkembangan seperti di UIKA yang memiliki pondasi keislaman cukup kuat.

Mata kuliahnya sama seperti mahasiswa di UIKA. Mereka mengambil Progam Studi Pendidikan Agama Islam karena kebanyakan dari mereka itu sebetulnya aktif di bidang pendidikan, ada yang mengajar di PAUD, madrasah, dan TPA di masjid-masjid. Untuk dapat sertifikat mengajar itu, mereka harus sarjana, harus ada lisensinya dan diuji oleh Kementerian Agama setempat.

“Berhubung karena mereka juga bekerja, terus kami juga melihat kondisi-kondisi yang memungkinkan, kami tidak mungkin memberikan sesuatu yang tidak maksimal. Kami sama-sama di sini ada 16 kali tatap muka, sama dengan mahasiswa UIKA yang melangsungkan 16 kali tatap muka dengan ujian dan UTS merekapun sama. Kenapa 16 kali tatap muka, karena mereka kuliahnya sehari itu dihitungnya 4 sesi dari pukul 08.00-17.00, jadi justeru kelebihan.

Mereka 4 kali 4 sama dengan 16 kali pertemuan tanpa ujian pertemuan selama 4 hari. Meskipun kelas jauh FAI tetap menjaga kualitas tatap muka, penugasan dan memang habis ini mereka pasti disibukkan dengan penugasan, tapi karena memang sekarang sudah bagus teknologinya, maka penugasan itu bisa berlanjut secara online,” terang Santi Lisnawati.

Setelah belajar selama 4 hari, harapan dan perubahan yang akan dibawa pulang ke Singapura dipaparkan oleh Amnah, salahsatu mahasiswi Institut Pengajian Tinggi Al-Zuhri, Singapura dan rekannya.

Amnah adalah seorang perawat kanan di Singapura. Ia bekerja selama 24 tahun sebagai perawat dan juga mengambil post graduate (advance) in nursing specialise di dalam paediatric specialise.

“Pelajaran psikologi adalah satu dari matakuliah kursus kami selama setahun selepas punya kelulusan perawat. Jadi, psikologi perkembangan adalah sebahagian dari komponen ini. Saya dapat pelajaran baru, yaitu psikologi perkembangan umur dewasa & umur lanjutan. yang mana banyak isu-isu yang dapat dikupas dan bawa balik ke Singapura, karena populasi di Singapura ada lebih banyak orang yang lanjut umur dari orang yang muda. Saya suka metode mengajar di sini.

Kami punya activity multiplex/plus, semisal saya kurang pasti cara menjual dan membeli product, tapi selepas itu dapat menganalisanya. Activity menghapus rasa ngantuk, kami exersice sambil berbahasa Arab, walau seperti anak kecil, tetapi very effective dan bisa diterapkan pada anak-anak di Singapura,” tuturnya ketika diwawancarai pada hari terakhir di UIKA, Kamis (26/4/2018).

Hal senada juga meninggalkan kesan bagi mahasiswa Institut Pengajian Tinggi Al-Zuhri, Singapura lainnya. “Kami banyak dapat ilmu. Dua pensyarah, Bu Santi dan Bu Imas banyak memberi ilmu psikologi yang mendalam. Walau kami sangat capek, tidur 1,5-2 jam karena ada presentasi dan lainnya, kami tetap semangat,” kesannya.

Sumaiyah, salahsatu mahasiswi Institut Pengajian Tinggi Al-Zuhri, Singapura memberikan harapannya. “Dengan pembelajaran kami di UIKA, yang kami harapkan dan insya Allah akan dibawa di Singapura, yaitu Psikologi Pendidikan Islam dalam segala aspek perkembangan. Semoga dari apa yang kami belajar bisa dimanfaatkan untuk masa depan dalam mendidik anak juga,” ungkap Sumaiyah. (CJ/Heni Pratiwi)