INILAHONLINEW.COM, BREBES
Upaya Babinsa Koramil 08 Bumiayu, Kodim 0713 Brebes, dalam melahirkan inovasi Rubuha (Rumah Burung Hantu) di desa binaannya, Desa Kaliwadas dan Kalinusu, telah mengantarkannya mendapatkan anugerah sebagai Babinsa inspiratif di jajaran Korem 071 Wijaya Kusuma.
Beberapa waktu yang lalu, Sertu Eko Nuhyoto, menerima anugerah tersebut dari Danrem, Kolonel Kavaleri Dani Wardhana, di Lapangan Upacara Makorem, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah 28/10).
Diterangkan Eko Nuhyoto, di Desa Kaliwadas terdapat 6 Rubuha yang dibangun dengan menggunakan tiang pipa paralon yang diisi cor-coran semen dengan estimasi biaya senilai Rp. 750 ribu/rumah burung hantu jenis strix seloputo, tyto alba (serak Jawa) dan tyto almae (serak seram). Di lahan percontohan Koramil seluas 5 hektar ini, telah terisi sebanyak 5 ekor burung.
“Kami bersama BPP, PPL Kecamatan Bumiayu, mengajak para Gapoktan dan Poktan untuk merealisasikan ide pembuatan Rubuha untuk mengatasi hama tikus sawah,” ucapnya melalui pesan whatsapp.
Tampak Eko Nuhyoto bersama Danramil, Kapten Infantri Ngadino dan Daryoto (54) Bendahara Gapoktan Kaliwadas, sedang memantau keberadaan burung hantu di Demplot Koramil atau areal persawahan milik Gapoktan Kaliwadas. Selasa (5/11/2019).
“Proyek yang didanai oleh BPP Bumiayu ini dibuat pada akhir tahun 2014. Kini hama tikus di lahan seluas 5 hektar menyusut sekitar 40 % dan panen warga rata-rata meningkat sebanyak 1 ton jenis padi situbagendit,” imbuhnya.
Diterangkannya juga, untuk di Desa Kalinusu, telah berdiri sebanyak 9 Rubuha yang tersebar di lima titik lokasi milik Poktan Galuh Tani, Beji Tani dan Sri Unggul Tani. Disini terisi sebanyak 6 ekor burung.
Ketua Poktan Galuh Tani merangkap Sekretaris Gapoktan Kalinusu, Mei Harto (52) mengatakan bahwa, pembuatan Rubuhan dengan menggunakan media batang bambu dan kayu ini, bersumberkan dari swadaya masyarakat.
Sementara dikatakan Ketua BPP Bumiayu, Bambang, bahwa upaya ini untuk menanggulangi Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) berupa hama tikus sawah (rattus argentiventer) yang menyerang lahan pertanian demi ketahanan pangan, menekan laju inflasi dari sisi suplai.
Sehingga tanaman padi warga setempat dapat terhindar dari organisme pengganggu tanaman (OPT) berupa tikus sehingga hasil produksi dapat tetap terjaga.
“Pencegahan hama tikus dengan proses alami ini memang membutuhkan waktu yang cukup lama, namun hasilnya sangat efektif,” jelasnya.
Ditambahkannya, tidak semua lahan pertanian di desa tersebut rawan tikus, sehingga pemasangan Rubuha diprioritaskan di dekat tanggul sungai. Burung hantu tidak bisa membuat sarang sendiri, sehingga harus dibuatkan sarang.
Makanan dari burung hantu ini 99 % adalah tikus. Jenis tyto alba setiap malam mampu memakan 10-15 ekor tikus, dari kemampuannya melihat mangsanya sejauh 500 meter serta mendeteksi suara dari gerakan gerombolan tikus sejauh 12 kilometer. Waktu berburunya setiap malam tidak peduli musim penghujan atau kemarau.
“Jika berbunyi, suara burung hantu sudah cukup untuk menakuti tikus. Dua ekor saja mampu mengawasi lahan seluas 5–10 hektar dengan daya jelajah mencapai radius 12 kilometer,” pungkasnya.
Inilah upaya pengendalian tikus dengan mengaktifkan kembali rantai makanan. Selain burung hantu, ular sawah juga efektif mengatasi masalah petani serupa.
(Aan)