Komunitas 22 Ibu Gelar Pameran Karya Seni Batik di Dua Kota

INILAHONLINE.COM, BANDUNG
Memperingati Hari Ibu 22 Desember, komunitas 22 Ibu menggelar pameran karya senio batik di Bandung dan Yogyakarta. Tajuk yang diusung dengan tema Reimagining the myth story of nusantara itu berlangsung di Galeri Sejarah Kebudayaan Tionghua Bandun (22 Desember 2018 – 10 Januari 2019), sedangkan di Yogya karta berlangsung di Balai Pelestarian Nila Budaya Yogyakarta, Ndalem Joyodipuran, (22 – 28 Desember 2018). Selain itu, kegiatan pameran diselenggarakan dalam rangka memperingati Hati Ibu – 90th Konggres Perempuan.

Menurut Ketua Pameran, Arleti M Apin, bahwa untuk mengenali dan belajar tentang masa lalu bisa dengan cara yang menyenangkan, menikmati karya seni sekaligus mengenali kembali cerita mitos dan legenda. Walaupun peran pihaknya tidak begitu besar, namun paling tidak komunitas 22 peduli dan bergerak melalukan sekecil apapun.

“Bila saja mau membuka hati dan pikir terhadap legenda dan mitos, pasti banyak pengetahuan yang dapat digali, paling tidak, pengetahuan umum serta budi pekerti yang khas di bangsa kita. Cikal bakal ini dapat menuntun kita mengenali jati diri bangsa dengan lebih mudah dan tepat,” ungkapnya.

Bersamaan dengan peringatan Hari Ibu, juga digelar Konggres Perempuan 90th oleh Direktorat Sejarah, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia di Yogjakarta. Dalam kesempatan tersebut dipamerkan sejumlah tokoh dan pahlawan perempuan Indonesia yang divisualisasikan oleh konunitas 22 Ibu dalam ukuran 120 x 240 cm di atas kain sutera dengan menggunakan media batik lilin dingin. Para tokoh dan pahlawan tersebut di antaranya adalah Cut Nyak Dien, Cut Mutia, R.A Kartini, Megawati, dan masih ada banyak tokoh yang ditampilkan dalam karya lukis batik.

Lebih lanjut Arleti mengatakan, karya-karya yang ditampilkan di Yogyakarta divisualisasikan melalui teknik Batik Tamarin. Melukis dengan media Tamarin bisa juga disetarakan dengan teknik membatik lebih kontemporer,

Hal senada juga dikatakan Niken Apriani dari Komunitas 22 Ibu yang juga sebagai penemu dan pengembang material batik menjadi narasumber tentang batik lilin dingin yang berasal dari bubuk biji asam jawa. Selain itu, Niken juga menyampaikan materi kepada para peserta pameran dan peserta dapat mengikuti praktik membuat karya seni dengan area permukaan kain yang sudah di siapkan.

Sementara itu, Herman Wijaya selaku Ketua Yayasan Dana Sosial Priangan (YDSP) menyampaikan bahwa pameran ini merupakan kerjasama antara YDSP dan komunitas 22 ibu. Kami memfasilitasi kegiatan ini karena banyak unsur pendidikan. Saya melihat dalam pameran ini ada 3 hal penting yang disasar para pendidik seni yaitu alih pengetahuan yaitu apa yang tak digarap, mungkin juga tak diingat oleh orang lain, justru oleh para pendidik seni ini diolah menjadi visual dan pengetahuan yang disampaikan kepada masyarakat umum.

“Nilai nilai penguatan pendidikan karakter dalam gubahan visual yang diusung dalam pameran ini dapat membantu proses pendidikan di ruang lingkup yang formil. Pameran ini sekaligus menjadi ajang untuk memperkenalkan Galeri dan Museum Sejarah dan Kebudayaan Tionghoa kepada masyarakat,” jelasnya.

Dalam kegiatan pameran tersebut, penyaji karya Seni adalah para Guru dan Dosen yang berasal dari Propinsi Jawa Barat, Propinsi Banten dan DKI Jaya. Mereka berkolaborasi dalam karya seni mitos dan legenda.

Sejumlah 56 karya lukis batik gutta tamarind (11 panel batik 200 x 120 cm). Setiap panel berisi 5-6 karya Seni yang dibuat oleh Perupa Pendidik Lintas Institusi. Pembacaan narasi visual ada yang di “baca” dari kiri ke kanan tetapi ada juga yang dibaca dari arah kanan ke kiri.

Kegiatan yang berlangsung 23 Desember 2018, diikuti oleh 21 orang dari Pesantren Darul Inayah, dimana pesantren ini merupakan binaan dari YDSP. Disebut binaan karena peran pihak YDSP banyak membantu anak anak dari pesantren untuk meraih prestasi yang lebih tinggi. Diantaranya, kemampuan mereka diasah dengan cara mempelajari catur gajah, mereka juga banyak belajar tentang budaya tiongkok. Maka tidak heran apabila di antara anak anak tersebut setelah lulus ada yang berkesempatan mendapatkan beasiswa untuk studi lanjut ke tingkat yang lebih tinggi. Sedangkan peserta dari luar sebanyak 9 orang.

Kegiatan tersebut diikuti oleh 21 orang dari Pesantren Darul Inayah, dimana pesantren ini merupakan binaan dari YDSP. Disebut binaan karena peran pihak YDSP banyak membantu anak anak dari pesantren untuk meraih prestasi yang lebih tinggi. Misalnya kemampuan mereka diasah dengan cara mempelajari catur gajah, mereka juga banyak belajar tentang budaya tiongkok. Maka tidak heran apabila di antara anak anak tersebut setelah lulus ada yang berkesempatan mendapatkan beasiswa untuk studi lanjut ke tingkat yang lebih tinggi. Sedangkan peserta dari luar sebanyak 9 orang.

(CJ/Esa Maranatha)

banner 521x10

Komentar