INILAHONLINE.COM, KEMANG – “Raudhotul Muta’allimin (RM) sebagai Madrasah Ibtidaiyah (MI) paling tertinggal di antara 12 MI di Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor kami bangun dengan kerja rodi dulu di 260 meter persegi tanah wakaf sejak 1993 di Kampung Bojong Kidul ini. Demi cerdaskan anak bangsa yang ber-IPTEK dan IMTAQ, kami ajak teman-teman membenahi fasilitas sekolah. Semoga ke depan kerja rodi itu terus berlanjut hingga menjadikan MI RM ini tak dipandang sebelah mata oleh warga hanya karena kondisi fisiknya yang sangat memprihatinkan.”
Instruksi dari Kementerian Agama Kabupaten Bogor, agar pengurus MI RM membuat proposal pembangunan fasilitas sekolah senilai Rp 150 juta pernah ada, tapi hasilnya nol, dari 2016 hingga saat ini tak kunjung direalisasikan RAB (Rencana Anggaran Biaya) yang dibuat bersama oleh lima MI di Kemang. Dokumennya kini tinggal kenangan di operator kecamatan.
“Dari 1993 ketika pertama saya bertugas di MI RM, yang kala itu cuma ada satu guru mengayomi 17 siswa di enam rombel (rombongan belajar) sekaligus jadi kepala sekolah plus benahi yang bocor-bocor, pokoknya kerja rodi, hingga kini kondisinya ya seperti ini, masih di posisi paling tertinggal, meski bersebelahan dengan pangkalan helikopter Presiden RI,” ungkap A Warqoh, PNS yang juga Kepala MI Raudhotul Muta’allimin Kampung Bojong Kidul RT 2/RW 3 Desa Bojong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor ketika dikonfirmasi, Sabtu (21/7/2018).
Dengan kemampuannya berdakwah sepenuh hati, orang kepercayaan Guru Besar IPB juga D UIKA Bogor, Prof Dr KH Didin Khafidhuddin ini selain kerja rodi, juga menggalang trust warga sekitar untuk menambah peserta didik dan guru. Bak menegakkan benang basah, tahun berganti tahun akhirnya kerja rodi demi menyerdaskan anak bangsa itu menuai hasil: jumlah siswa dan guru terus bertambah. Semua guru juga sudah sarjana, namun masih ada yang d terkendala dalam mengikuti sertifikasi guru, hanya gara-gara ada aturan bahwa peserta d sertifikasi harus mendidik minimal 15 siswa (rasio siswa), sementara dengan kondisi fisik MI RM seperti saat ini warga memandangnya sebelah mata, masih ragu menyekolahkan putra-putrinya di sana.
“Ada yang takut katingganglah, juga sekelas buat dua jenjang yang berbeda. Jadi berputar-putar problemnya, sementara pemerintah (Disdik/Kemendikbud) juga bikin aturan soal zonasi sekolah dan menaikkan kuota sekolah negeri. Ini makin mendera para pengelola MI yang selama ini sudah dikenal lebih bagus dalam mendidik praktik ajaran agama ketimbang sekolah umum,” ungkapnya.
Kini, selain Kepsek A Warqoh (PNS kelahiran Bogor, 16 Oktober 1958) yang Desember 2018 ini pensiun, para guru MI RM, yakni R Iin Haryani (PNS), Sabiludin (PNS), dan empat guru honorer masing-masing Maya Herlina, Mira Sari, Nuraeni, dan Dewi Sulastri terus mengajarkan kepada para siswanya Bahasa Arab, Qur’an-Hadits, ibadah syariah, Sejarah Kebudayaan Islam, akhlak, dan fiqih hingga mencapai 70 persen, di samping kurikulum nasional.
“Ke depan kami ingin MI RM ini punya ciri khas, selain menciptakan regenerasi Islami yang berIMTAQ, juga Iptek, sekolahnya dilengkapi informatika teknologi, lingkungan sekolah yang kondusif, punya gedung mandiri yang representatif, ada perpustakaan, sehingga tidak tertinggal. Guru-gurunya makin sejahtera, dan walimurid bisa belajar bersama menyerdaskan anak bangsa,” tandas Warqoh
Alumni MI Raudhotul Muta’allimin, menurut dia, banyak yang berprestasi dan diterima di sekolah lanjutan yang bagus. Selain diajar dengan kurikulum pendidikan berkarakter juga disisipkan pengajaran agama Islam yang mendalam. Karenanya, minat warga untuk menyekolahkan putra-putrinya di MI yang memiliki NSM 111232010164 itu sangat besar. “Tinggal pembenahan ruang belajarnya yang mesti ditingkatkan,” cetusnya.
Jika dulu pernah ada pejabat yang ikhlas membantu secara pribadi Rp 6 juta untuk MI RM, kini ia berharap secara lembaga para pemangku kepentingan dapat menyalurkan kewajibannya untuk membesarkan MI RM, gedungnya mandiri, prestasi akademiknya bisa diandalkan, dan mampu jadi tauladan pendidikan di era global. (Mochamad Ircham)