Proses Pemilihan Pejabat KPU, Presiden Masih Mempunyai Kewenangan Sebagai Kepala Pemerintahan

INILAHONLINE.COM, BANDUNG

KPU bukanlah lembaga negara utama (primer) tetapi merupakan bagian dari lembaga negara penunjang yang berfungsi mendukung alat kelengkapan negara lainnya. Namun secara fungsional KPU berada dalam ranah pemerintahan (eksekutif), sehingga dalam sistem pemerintahan presidensial proses pemilihannya merupakan hak dan kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan.

”Keterlibatan presiden dalam pemilihan pejabat KPU dan tentang pembentukan tim seleksi calon pejabat KPU, priode 2017-2022 menunjukan bahwa seleksi pemilihan tim oleh presiden dilakukan secara tertutup atau tidak melalui proses seleksi,”ungkap Rina Martini dalam kesimpulan disertasi yang dipertahankan dalam ujian terbuka promosi doktor ilmu pemerintahan di Program pasca Sarjana Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor Bandung.

Menurut promovendis yang mengambil penelitian disertasi tentang ”Analisis Pemilihan Pejabat Komisi pemilihan Umum Dalam Sistem Pemerintahan Presidesial di Indonesia” hasilnya menunjukkan bahwa independensi presiden dalam hal penggunaan hak prerogatif dilakukan secara utuh. Sekalipun secara konstitusional hal tersebut bukanlah suatu masalah, namun persepsi publik adalah negatif dimana penentuan dimaksud bersifat subtektif, sehingga melahirkan ketidakadilan serta membuka peluang terhadap penyalahgunaan kewenangan.

”Disatu sisi terdapat tuntutan dari masyarakat agar KPU menjadi lembaga yang lebih steril dari intervensi siapapun. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan dalam mekanisme pemilihan Timsel, sebagai jalan tengah dalam mengakomodir hak prerogatif presiden, meski masih tetap ada dan tuntutan masyarakat juga terakomodir,”paparnya.

Sementara keterlibatan DPR dalam pemilihan pejabat KPU periode 2017-2022, menurutnya, sesuai UU Nomor 15 tahun 2011 pasal 13 terkait penerimaan laporan dari Tim seleksi pada tahapan seleksi dan pasal 15 terkait uji kelayakan dan kepatutan (Fit and Proper Test) terhadap 14 nama yang diajukan oleh presiden untuk dipilih menjadi 7 nama.

”Dari proses laporan dari Timsel ke DPR tampak lebih menggambarkan sebagai panggung pengadilan bagi Timsel. Namun dari pelaksanaan fit and proper test itu, ternyataTenaga Ahlinya meminta komitmen tertentu dari para peserta sebagai konsekuensi karena telah terpilih. Jadi keterlibatan DPR dengan mekanisme seperti itu jelas menyalahi aturan di lembaga DPR sendiri,”ujarnya.

Dosen Fisip Undip mengakui, lembaga DPR tidak konsisten dalam menjalankan peraturan dan tata tertib yang telah dibuatnya. Meskipun keterlibatan DPR dalam Fit and Proper Test ternyata jauh dari tujuan dilibatkannya lembaga tersebut, tetapi dalam hal ini keterlibatan DPR masih dibutuhkan dalam rangka mekanisme check and balanced agar tidak terjadi dominasi kewenangan dalam memilih pejabat negara.

”Keseimbangan ini masih diperlukan mengingat pengalaman masa lalu, tentang dominasi lembaga eksekutif atas lembaga-lembaga negara yang lain,”tuturnya.

Implikasi keterlibatan presiden dan DPR, menurutnya, dalam proses pemilihan pejabat KPU periode 2017-2022 terhadap pejabat KPU terpilih, meskipun proses pemilihannya melibatkan presiden dan DPR, tetapi kinerja KPU RI setelah terbentuk belum berpengaruh terhadap peraturan KPU, yang selama ini terbit.

”Jadi secara struktural KPU RI tidak berada di bawah lembaga negara manapun termasuk presiden dan DPR, serta petanggungjawaban KPU tidak kepada presiden atau DPR tetapi kepada Pleno. Dengan demikian independen kinerja pejabat KPU RI terpilih masih terjaga,”tandasnya.

Namun demikian, promovendis yang menyoroti pembentukan pejabat KPU itu model pemilihan yang dilakukan tetap adaptabel dengan sistem pemerintahan Presidensial di Indonesia yang ditemukan adalah model pemilihan pejabat yang transparan dan disebut model terbuka.

”Penemuan model ini berdasar pada kelemahan model pemilihanpejabat KPU sebelumnya, yaitu tidak adanya transparansi/keterbukaan pada saat penunjukkan tim seleksi oleh presiden, pada saat proses tahapan pemilihan oleh Timsel pada saat proses uji kelayakan dan kepatutan oleh DPR,”ungkapnya.

Menurutnya, model terbuka ini memiliki beberpa kelamahan antara lain hak prerogratif presiden masih terjaga, tuntutan masyarakat bisa diakomodir, sesuai tuntutan jaman. ”Tetapi lembaga KPU akan menjadi lembaga yang dipercaya secara penuh oleh masyarakat.”

Dari hasil temuan yang disampaikan promovendis dalam menjawab pertanyaan penguji serta dalam menyampaikan materi disertasi tersebut, nilai yang diperoleh dari beberapa penguji mendapat nilai sangat memuaskan.

(Suparman)