Berhijab tak Selalu Teroris

Gaya Hidup, Megapolitan1371 Dilihat

INILAHONLINE.COM, BOGOR – Hijab yang belakangan dipergunjingkan seolah identik dengan terorisme, terutama setelah aksi teror bom bunuh diri oleh perempuan berhijab di Surabaya, dan tempat lain di Tanah Air, menuai reaksi serius dari Finalis Putri Hijab 2018, Fathia Irhami.

“Eit, jangan salah, hijab itu penutup aurat muslimah. Jangan diikuti stigma negatif, apalagi dikaitkan dengan aksi teror bom yang kebetulan dilakukan oleh perempuan berhijab. Nggak bisa digeneralisir begitu, dong,” tandas Fathia, perempuan berhijab kelahiran Cimahi, 22 Juni 1998 itu ketika ditemui di Sholis, Kota Bogor, Rabu (23/5/2018).

Finalis Putri Hijab yang digelar di kawasan Kebun Raya Bogor paska peledakan bom beruntun beberapa saat setelah kasus di Mako Brimob Densus 88 Kelapa Dua, Kota Depok yang melibatkan sekitar 155 teroris dan mengakibatkan lima polisi gugur dan seorang teroris meninggal dunia itu tak habis pikir mengapa Islam dan penganutnya di Indonesia terus didera isu teroris, padahal ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW atas ridlo Allah SWT ini sama sekali tak seperti itu.

“Jihad itu tak identik dengan pengrusakan, tapi diarahkan pada pengendalian hawa nafsu pribadi agar marwah Islamiah ini benar-benar rahmatan lil alamin, bikin kemaslahatan dan kedamaian bagi sekalian alam,” jelas pemilik nama yang bermakna victory itu.

Fathia Irhami, Finalis Putri Hijab 2018 di Kota Bogor

Mahasiswi semester 4 Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Agama Islam, Universitas Ibn Khaldun Bogor ini makin geram ketika muncul ketidakadilan dari kelompok tertentu di belahan benua lain yang memaksakan kehendak bahwa jejaring terorisme itu dari kalangan Islam, padahal itu adalah kampanye politik mereka untuk mengadu domba umat Islam di Indonesia dengan umat beragama lain.

“Makanya umat Islam di sini jangan mudah terprovokasi, tetap jaga persatuan dan kesatuan juga toleransi antar umat beragama, agar asing tak menjadikan isu terorisme itu untuk masuk dan mengintervensi kedaulatan negeri tercinta, di sisi lain mereka akan menangguk kekayaan sumber daya alam kita,” ungkap perempuan yang suka humor ini.

Menurut Fathia, aksi teroris itu harus dicegah dengan menghidupkan ajaran agama Islam, di antaranya seperti perlindungan Allah terhadap kaum Quraisy, yakni melindungi dari hoaks (berita bohong) yang dipropagandakan sepanjang perjalanan umat Islam.

“Kemudian, cegah terorisme dengan memenuhi pangan agar rakyat tak kelaparan, dan pelihara keamanan, jauhkan rasa ketakutan. Inilah celah yang dimanfaatkan oleh terorisme, dengan menebar ketakutan, setelah panik karena kelaparan dan daya beli yang merosot. Itu jadi tugas utama stakeholders, terutama pemimpin umat,” katanya.

Fathia berharap, setelah 74 teroris ditangkap, 14 di antaranya tewas dalam periode 9-21 Mei 2018 tak terjadi lagi kasus teror bom, meski sejumlah pihak berwenang, termasuk Kapolri, Jenderal Tito Karnavian merilis bahwa jejaring terorisme kelompok JAT dan JAD menyebar di tanah air, termasuk Jawa.

“Drama penyanderaan di Kelapa Dua, kemudian aksi teror bom di tiga gereja dan Mapoltabes Surabaya dan Rusunawa Sidoarjo cukup mengerikan, apalagi dilakukan secara terencana oleh teamwork sekeluarga. Itu sangat tragis bagi keluarga yang ibunya rela anak-anaknya jadi korban kebiadaban yang tak manusiawi,” tuturnya. (Mochamad Ircham)