INILAHONLINE.COM, CIANJUR
Bupati Cianjur Herman Suherman marah besar. Pasalnya, tiga kepala desa di wilayahnya cenderung melecehkan dan diduga berupaya menggagalkan kegiatan sosialisasi Reforma Agraria dan retribusi tanah milik PT Maskaiapi Perkebunan Moelia (PT MPM) kepada para petani penggarap.
Tiga kepala desa tersebut adalah Kepala Desa Cibadak, Sukanagalih, dan kepala Desa Batulawang. ‘’Mereka dipanggil dan ditegur Bupati Jumat pagi,’’ kata Kepala Kantor BPN/ATR Cianjur Antoni Tarigan kepada media, Minggu (10/11/2019)
Seperti diketahui, Bupati Cianjur telah membentuk tim sosialisasi Reforma Agraria terkait retribusi 200 hektare lahan perkebunan milik PT MPM Ciseureuh. Tim sosialisasi ini dipimpin langsung Kepala Kantor BPN/ATR Cianjur. Namun dalam pelaksanaannya, prosesini mendapat penolakan dari tiga kepala desa yakni Kepala Desa Cibadak, Sukanagalih, dan Batulawang. Ini terbukti dengan tidak hadirnya tiga kepala desa tersebut pada giat sosialisasi hari Rabu dan Kamis (6-7/11-2019).
Bahkan tiga kepala desa tersebut ada indikasi mempengaruhi para petani penggarap untuk memboikot kegiatan sosialisasi reforma agrari.
‘’Kepala Desa Cibadak berikut perangkatnya dan Kepala Desa Sukanagalih berikut perangkatnya tidak hadir di acara sosialisasi ini. Padahal, acara ini sudah diberitahukan jauh-jauh hari sebeumnya dan untuk kepentingan warga penggarap di desa mereka,’’ kata Linda, salah satu anggota tim sosialisasi penyuluh reforma agrarian, kemarin.
Gerakan tiga kepala desa memboikot sosialisasi reforma agrarian ini, sempat bocor dan informasinya sampai kepada Kepala Kantor BPN/ATR Cianjur Antoni Tarigan. Antoni mendapat info dari warga bahwa warga penggarap di dua desa tersebut tidak akan hadir di Balai Desa. Begitu juga dengan kepala desa dan berangkatnya, mereka tidak akan menghadiri acara yang digelar di kantor mereka. ‘’Info ini ternyata benar,’’ kata Antoni.
Padahal, satu hari sebelumnya Antoni sudah menekankan bahwa para penggarap yang jumlahnya hanya 8 oang itu, diberi kesempatan untuk hadir pada hari Kamis (7/11/2019) di Balai Desa Cibadak. Ternyata mereka tidak ada yang hadir satupun, termasuk Kepala Desa dan perangkat desanya pun tidak hadir.
Ulah dua kepala desa tersebut telah membuat tim sosialisasi kecewa berat. Tim sosialisasi yang terdiri dari kantor BPN/ATR Cianjur, Polres Cianjur, Dinas Perkebunan Cianjur, Kejari Cianjur, Polsek Cipanas mengaku tidak habis pikir dengan ulah kepala desa Cibadak dan kepala desa Sukanagalih ini. Padahal apa yang dilakukan oleh tim sosialisasi ini dalam rangka memberikan kepastian hukum atas tanah perkebunan milik PT MPM yang selama ini sudah digarap secara ilegal oleh warga setempat dan dijualbelikan oleh oknum “biong” (calo atau spekulan -Red) tanah.
Rupanya ulah tiga kepala desa tersebut membuat Bupati Cianjur gerah dan marah. Karena itu, Bupati memanggil dan menegur mereka. Alhasil, pada sosialisasi hari ketiga, yakni Jumat (8/11/2019) para petani penggarap tersebut hadir.
Acara sosialisasi Reforma Agraria dan retribusi tanah milik PT MPM kepada warga penggarap ini sangat penting karena mereka yang selama ini menggarap lahan secara illegal segera akan mendapat alas hokum yang benar. Karena itu, sangat aneh jika ada oknum kepala desa yang berusaha menggagakan program retribusi lahan PT MPM untuk warga penggarap ini.
Seperti diketahui, sosialisasi reforma agrarian kali ini dilakukan Kepala BPN Cianjur terkait program redistribusi tanah kepada warga penggarap tanah HGU PT MPM Desa Cibadak Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Cianjur. Sesuai peraturan dan perundang-undangan, PT MPM sebagai pemegang HGU yang syah atas tanah seluas 1.020 hektare tersebut, diberikan kesempatan untuk memperpanjang alas hukum atas tanah tersbut.
Salah satu syaratnya, PT MPM harus menyerahan 20 persen dari area tersebut kepada warga penggarap yang tinggal di daerah perkebunan tersebut. ‘’Ada sekitar 200 hektare lahan perkebunan yang akan dibagikan kepada warga penggarap,’’ kata Alfian Mujani, juru bicara PT MPM kepada media, kemarin.
Menurut Alfian, secara hukum keperdataan PT MPM merupakan pemegang hak yang sah atas tanah tersebut. Sebagai pemegang hak yang sah, PT MPM masih tetap melaksanakan kewajibannya membayar pajak setiap tahun.
Saat ini PT MPM sedang melakukan proses penataan kembali lahan tersebut dengan mengubah peruntukan dari perkebunan menjadi agrowisata. Dalam konteks pengelolaan lahan perkebunan ini, PT MPM memperhatikan aspek kesejahteraan masyarakat sekitar dengan kerja sama tumpangsari aneka tanaman, dan melaksanakan program reforma agraria yang saat ini sedang berproses.
Namun, dalam proses penataan ini, menurut Alfian, memang ada pihak-pihak yang mencoba menguasai tanah milik PT MPM secara illegal. Mereka ini, kata Alfian, sedang diproses secara pidana. Dia menduga, ada okunum aparat desa, oknum boing tanah dan pihak pihak tertentu yang mencoba menggagalkan proses penataan lahan HGU dan proses reforma agraria yang sedang berjalan.
Masih menurut Alfian, mereka ini merupakan orang-orang dan kelompok yang merasa terganggu karena selama ini mengambil keuntungan besar-besaran dengan menspekulasikan tanah milik PT MPM tersebut. Jika penataan dan reforma agrarian yang dijalankan pemerintah ini berhasil, maka mereka akan kehianagan sumber pendapatan mereka.
Seperti diketahui, salah satu pihak yang sudah mencoba menguasai lahan perkebunan PT MPM secara ilegal adalah H. Pupuy. Namun upayanya gagal, H. Pupuy diseret ke Pengadilan Negeri Cianjur dan sudah divonis bersalah dengan hukuman penjara tiga bulan.
(Piya Hadi)