Bupati Bogor bicara soal pemimpin perempuan

Megapolitan539 Dilihat

Jakarta – Bupati Bogor, Hj. Nurhayanti menghadiri undangan langsung Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP dan PA) Republik Indonesia, Yohana S Yambise pada kegiatan Forum Komunikasi Pemimpin Perempuan Kepala Daerah yang menghadirkan para Kepala Daerah Perempuan di seluruh Indonesia  yang bertempat di Sari Pan Pacifik Jakarta, pada Kamis, (8/9).

Bupati Bogor mengatakan Pemerintah Kabupaten Bogor sudah menjadikan Pemberdayaan Perempuan sebagai Dinas sendiri dalam struktur organisasi tata kerja Pemerintah Daerah dan di lingkup Pemerintahan Kabupaten Bogor beberapa jabatan strategis seperti Asisten, Staff Ahli, Kepala Dinas dan Camat pun sudah di isi oleh para perempuan.

“Tak hanya eksekutif yang di isi oleh beberapa perempuan, pada legislatif pun dua Wakil Ketua DPRD Kab Bogor pun di isi oleh perempuan, ini membuktikan bahwa perempuan bisa tampil sebagai pemimpin,”ujarnya.

Nurhayanti juga meminta kepada para Bupati/Wakil Bupati perempuan yang hadir dalam forum tersebut untuk peka terhadap fenomena yang terjadi saat ini bagaimana kekerasan fisik dan pelecehan seksual terhadap anak dan perempuan kerap terjadi dari tingkatan bawah bahkan setiap tahun nya kasus tersebut selalu meningkat, bahkan saat ini kaum gay sudah menjadikan anak sebagai lahan prostitusi.

“Mari kita bersatu agar tidak ada lagi kasus kekerasan yang terjadi kepada anak dan perempuan,bila ada kasus harus menjadi perhatian, intruksi semua elemen dari mulai tingkatan karena hal tersebut tidak bisa dilaksanakan sendiri perlu sinergi yang kuat oleh semua pihak,”katanya.

Sementara itu,Yohana Yambise menjelaskan bahwa pada forum PBB bulan september 2015 di New york, seluruh Negara anggota PBB bersama UN Women mencanangkan planet 2030 : Gender equality 50: 50, sekaligus mengkampanyekan he for she, sebagai upaya memperluas komitmen laki-laki yamg memberikan rasa aman dan nyaman kepada perempuan untuk memperoleh kesehatan, pendidikan dan ekonomi.

“Untuk target mencapai 50:50 persen pada tahun 2030 tidaklah mudah, karena dihadapkan pada kendala struktural dan kultural sera fungsional yang menjadi jalan terjal dan berliku, sehingga perlu dukungan politik dan komitmen kuat para penentyu kebijakan di pusat dan di daerah,”ungkapnya. (Tjr)