Jabatan Eselon Dipangkas untuk Birokrasi yang Lebih Efisien dan Efektif

Berita, Nasional414 Dilihat

INILAHONLINE.COM, JAKARTA

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Manpan-RB) Tjahjo Kumolo mengatakan, pemangkasan jabatan eselon bertujuan menciptakan birokrasi yang lebih ramping.

Tujuan akhirnya adalah demi meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik dan mendukung iklim investasi.

Presiden Joko Widodo pun menginginkan jabatan struktural cukup eselon I dan II. Sedang Eselon III, IV, dan V dipangkas demi efisiensi dan efektivitas birokrasi.

“Penyederhanaan birokrasi karena persoalan mendasar birokrasi di Indonesia, masih adanya struktur yang sangat hierarkis sehingga menyebabkan proses pengambilan keputusan dan tindakan administrasi pemerintahan sangat lambat,” ujar Tjahjo seperti dilansir laman JPNN, Rabu (30/10).

Tjahjo mengatakan, Kondisi tersebut mengakibatkan aparatur sulit mengambil keputusan dengan cepat. Kondisi kompetensi dan budaya aparatur negara yang belum optimal, juga menyebabkan fungsi birokrasi banyak yang tertunda.

“Karena itu, presiden lewat salah satu visi misinya menggagas perampingan birokrasi menjadi eselon 1 dan 2. Tujuannya, untuk membangun profesionalisme birokrasi. Kemudian, menciptakan akuntabilitas pemerintahan dan menciptakan birokrasi yang efisien dan efektif,” ucapnya.

Mantan Mendagri ini meyakini, dengan membangun sistem birokrasi yang lebih dinamis dan bukan birokrasi yang hirarkis, melahirkan fleksibilitas yang tinggi, kapabilitas yang baik, adaptasi perubahan yang cepat serta budaya yang unggul.

“Birokrasi yang kapabel harus memiliki kemampuan berpikir dinamis ke depan untuk jangka panjang dengan berani membuat inovasi dan perubahan. Birokrasi yang dinamis juga melahirkan budaya unggul, anti korupsi, meritokrasi dan berorientasi pada kinerja,” katanya.

Yang diingikan pemerintah adalah, lebih lanjut Tjahjo mengatakan, pemerintah ingin memperkuat kualitas kebijakan publik, walaupun problem birokrasi di Indonesia cenderung masih adanya ketidakmampuan membuat kebijakan yang berbasis data dan informasi serta berlaku jangka panjang.

“Untuk itu dibutuhkan perubahan yang terencana dan revlosioner. Aparatur sipil negara (ASN) harus mampu menyerap, menggerakan dan mengorganisir aspirasi masyarakat,” pungkas Tjahjo Kumolo.

Foto : Ilustrasi

Jika Gagal, Tjahjo Kumolo Siap Mundur dari MenPAN-RB

MenPAN-RB Tjahjo Kumolo menargetkan pemangkasan eselonisasi akan selesai dalam waktu satu tahun. Sebagai pilot project, pemangkasan eselonisasi akan dimulai dari KemenPAN-RB.

“Saya targetkan satu tahun. Dan langkah awalnya di KemenPAN-RB yang bulan ini mulai diproses pemangkasan pejabat eselon tiga dan empatnya,” kata Tjahjo.

Tjahjo berjanji, jika dalam enam bulan ini, pemangkasan eselonisasi di KemenPAN-RB gagal, Tjahjo menegaskan siap mundur dari jabatannya. Hal ini sebagai bentuk keseriusannya untuk menjalankan perintah presiden.

“Saya pastikan mundur dari jabatan kalau pemangkasan eselonisasi di KemenPAN-RB enggak jalan,” ucapnya.

PPPK akan Lebih Banyak Dibanding PNS

Menurut Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, idealnya jumlah PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) lebih banyak daripada PNS.

“Best practice di luar negeri, PNS 30 persen, PPPK 70 persen. Dengan porsi tersebut, lebih fleksibel dan tidak kesulitan dalam melakukan tata kelola kepegawaian,” terang Bima di Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), Rabu (30/10).

Nantinya, PNS hanya diisi oleh pegawai level pengambil kebijakan. Sedangkan PPPK diisi oleh jabatan fungsional yang berkaitan dengan pelayanan publik seperti tenaga kesehatan, guru, dan lainnya.

“Guru dan tenaga kesehatan akan diarahkan semuanya menjadi PPPK. Sebab, pemerintah kesulitan melakukan distribusi guru dan tenaga kesehatan yang berstatus PNS. Di awal daftar, mau ditempatkan di daerah bukan asalnya. Namun, beberapa tahun kemudian minta pindah dengan berbagai macam alasan. Akibatnya terjadi kekosongan,” bebernya.

Berbeda bila guru, tenaga kesehatan, dan pelayanan publik lainnya dijadikan PPPK. Yang menolak ditempatkan di wilayah A misalnya, dipersilakan mundur atau berhenti kerja.

“Yang jadi PPPK tidak bisa minta pindah sesuka hatinya. Sebab, penempatan mereka sudah diperhitungkan sesuai kebutuhan. Kalau minta pindah otomatis dia berhenti kerja. Makanya pemerintah ke depan secara bertahap akan lebih banyak merekrut PPPK dibandingkan PNS,” tandasnya. (jpnn/red)

banner 521x10

Komentar