INILAHONLINE.COM, KOTA MUNGKID — Berkaca pada pemilu 2019 dan pilkada 2018 dalam penyebaran hoax, fitnah dan kampanye hitam di media sosial, merupakan tantangan sangat besar. Hal tersebut tentu saja Bawaslu tidak bisa bekerja sendiri dalam melawan hoax, fitnah dan kampanye hitam. Termasuk dukungan dari elemen masyarakat untuk melawan hoax, bahkan sekarang ini sudah mulai terasa hoax berkeliaran.
“Perlu dukungan semuanya untuk suksesnya Pemilu Februari 2024 dan Pilkada November 2024. Kami gandeng Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Magelang Raya dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Magelang, untuk edukasi kepada masyarakat,” kata Ketua Bawaslu Kabupaten Magelang, Habib Shaleh, saat membuka kegiatan Sosialisasi Pengawasan Partisipatif Wujudkan Pemilih Cerdas Anti Hoax dan Fitnah, Rabu (15/3/2023) di Pasuruan Kecamatan Mertoyudan Magelang.
Kadang- kadang, lanjut Habib, pelanggaran Pemilu terjadi bukan niat melanggar tetapi karena masyarakat tidak tahu jika hal itu merupakan pelanggaran. Bawaslu bentuk Kader Pengawas Partisipatif, Desa Anti Politik Uang (APU), Desa Pengawasan, Serta Sakha Adiyakta SMA Kota Mungkid dan SMK Ma’arif Kajoran, yang anggotanya adalah siswa Pramuka.
“Tujuan kegiatan tingkatkan kesadaran kolektif masyarakat pemilih untuk mengindentifikasi dan melawan hoax. Melalui kader pengawas partisipatif inilah, diharapkan mampu mengurangi atau mengendalikan hoax di media sosial. Sedangkan basis Pemilu ada didata Pemilih melalui Coklit kita harus memastikan, seperti adik adik Pramuka kita minta bantuan untuk memeriksa apakah keluarganya sudah Coklit,” terang Habib.
Pengurus Mafindo Magelang Raya, Tri Mufida Nastiti, mengatakan, potensi prediksi hoax dan fitnah dengan politik identitas pada Pemilu 2024 akan menurun. Namun hoax dengan pola Mal Informasi atau informasi separuh benar separuh hoax disinyalir akan merebak.
“Masyarakat banyak yang sudah sadar belajar dari Pemilu 2018-2019, terkait dengan politik identitas, seperti menggunakan isu Agama. Adapun masyarakat yang rawan dengan hoax adalah usia 50 tahunan, yang mana mereka merupakan imigran digital, yang mudah percaya dengan malinformasi,” jelas Tri Mufida.
Sementara Ketua PWI Kabupaten Magelang, Bagyo Harsono menyampaikan perbedaan media sosial dan media masa dalam menyampaikan informasi. “Lebih dapat dipertanggungjawabkan media masa yang resmi karena telah menggunakan etika Jurnalistik, profesional dan bertanggungjawab, karena pemberitaan media selalu berimbang,” tutur Bagyo.(Ali Subchi)
Komentar