INILAHONLINE.COM, KARANGANYAR – Derita Wiji Panilih, balita yang mengidap kelainan hati dan pencernaan, akhirnya sampai ke telinga Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Orang nomor satu di Jateng itu mengunjungi rumah Wiji di Dusun Jengglong, Kelurahan Bejen, Kecamatan/Kabupaten Karanganyar, Rabu (1/8/2018).
Ketika Ganjar datang, Wiji sedang tidur. Meskipun saat itu keadaan sangat ramai karena warga sekitar ikut menyambut Ganjar, namun Wiji tetap terlelap seakan tak terganggu.
“Anak saya juga terganggu pendengarannya, hanya mampu menangkap suara 30 desibel, jadi teriak sekeras apapun tidak bisa dengar,” kata ibunda Wiji, Rini Pujiastuti didampingi suaminya Sigit Purwanto.
Ganjar manggut-manggut mendengar penuturan Rini. Namun begitu melihat suami Rini, Ganjar malah kaget.
“Lho, sampeyan kan kancaku mas. Oalah lagi ngerti aku. Iki kancaku munggah gunung,” kata Ganjar sembari menepuk bahu Sigit.
Orang nomor satu di Jateng itu sedikit bercerita bahwa semasa mahasiswa dirinya aktif di organisasi pecinta alam. Selain menjadi ketua organisasi pecinta alam Fakultas Hukum Universitas Gajahmada Majestic 55, ia juga aktif di sekretariat pecinta alam lintas universitas dan umum.
“Dulu sering ketemu, naik gunung bareng,” kata Ganjar, diamini Sigit.
Sigit kemudian bercerita kondisi anaknya yang masih berusia dua tahun. Awalnya Wiji didiagnosis menderita kerusakan hati atau sirosis.
Kondisi tersebut diketahui pada Februari 2018. Wiji muntah dan buang air besar mengandung darah. Pemeriksaan tim dokter Rumah Sakit Moewardi, Surakarta menyatakan Wiji mengalami pecah pembuluh darah lambung akibat pembuluh darah pada hatinya tersumbat.
Jalan satu-satunya untuk menyelamatkan Wiji hanya dengan cangkok hati. Namun biayanya luar biasa besar. Sekitar Rp 900 juta hingga Rp 1,2 miliar.
Sigit yang hanya pekerja paruh waktu jelas tak siap dengan kebutuhan operasi sebesar itu. Istrinya pun cuma ibu rumah tangga.
Jangankan operasi, untuk asupan makanan dan susu Wiji saja Sigit sudah megap-megap. Wiji hanya boleh diberi makanan bertekstur lembut, seperti bubur dan sayuran yang dihancurkan. Susunya harus rendah lemak dan mudah dicerna. Rini mengatakan satu kaleng susu untuk Wiji seharga Rp300 ribu.
“Kalau anak saya, biasanya satu kaleng susu habis dalam waktu tiga hari,” terang dia.
Satu-satunya harapan Sigit adalah hasil penggalangan dana dari berbagai situs donasi. Selain itu ada keringanan biaya dari bantuan pemerintah. Ganjar pun berkoordinasi dengan sejumlah dokter dan Dinas Kesehatan yang ikut hadir di rumah Sigit.
“Saya tadi sudah berkoordinasi dengan pihak rumah sakit dan dinas, insyallah banyak yang membantu meringankan biaya. Cuma memang penanganan masih menunggu pemeriksaan lebih lanjut, katanya dari biopsi bukan sirosis jadi tidak perlu cangkok, ya mudah-mudahan segera bisa ditangani,” jelas Ganjar. (Suparman)
Komentar