Ini yang Dikatakan Bima Saat Menjadi Pembicara di KMF 2018 APEKSI

Megapolitan458 Dilihat

INILAHONLINE.COM, BOGOR – Dalam mencermati dan mengatasi perubahan iklim hal utama yang harus dilakukan yaitu membangkitkan sense of urgency (motivasi yang menginisiasi hasrat untuk berubah) yang dapat membangkitkan perasaan dan pikiran bahwa ada sesuatu yang mengancam.

“Karena tanpa sense of urgency sulit untuk dilakukan,” kata Wali Kota Bogor Bima Arya saat menjadi narasumber pada acara Knowledge Management Forum (KMF) 2018, Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) di Hotel Grand Savero, jalan Pajajaran, Kota Bogor, Rabu (4/7/2018).

Bima menyebutkan, sense of urgency harus ada dan merata di semua stakeholder, kepala daerah, legislatif dan juga di teman-teman media. Karena jika kepala daerah ataupun politisinya tidak memiliki sense of urgency lalu media terus menggedornya, maka sense of urgency-nya akan bangkit.

Bima mengaku, dalam hal ini dirinya merasa beruntung karena sense of urgency itu bangkit dengan mengikuti dan menumpangi arus kekinian yang menjadi perhatian utama. “Apa itu? .Sederhana saja, warga Bogor rindu kondisi Bogor di zaman dulu yang sejuk, nyaman dan hijau,” ujarnya.

Menurutnya warga Bogor memiliki memori kolektif tentang Bogor yang hijau, indah dan nyaman. “Saya beruntung di titik itu karena mungkin di kota lain tidak ada, tapi kita merindukan masa itu. Tinggal Wali Kotanya saja menjentikkan kembali sense of urgency itu. Diartikulasi, dikanalisasi, menjadi program-program bersama,” jelasnya.

Bima melanjutkan, ketika masuk ke isu angkot dirinya belajar banyak hal tentang perubahan iklim, tentang program mitigasi, tentang pengelolaan sampah dan lain-lain. “Saya disadarkan bahwa di sini ribet dan rumit luar biasa, belum lagi ada mazhab-mazhab yang berbeda, metode-metode yang berbeda serta persoalan lain yang membuat saya berpikir ini tidak mudah bagi saya mengerjakan sendiri,” akunya.

Namun dia merasa beruntung bisa berkolaborasi dengan berbagai pihak. Yang paling penting, bagaimana menumpang arus kekinian untuk membangkitkan sense of urgency. “Misalnya ketika ada persoalan tentang angkot, lalu kita bisa meniupkan isu tentang green transportation, transportasi hijau seperti apa yang hijaunya bukan hijau angkot tapi hijau yang betul-betul berkelanjutan,” jelasnya.

Demikian juga ketika berbicara Bogor semakin panas, isu itu membangkitkan komunitas dari zona nyaman mereka dan berbicara sangat keras sekali kepada pemerintah. DPR tersulut, maka masuklah disitu isu apa artinya tentang penghijauan dan sebagainya.

“Jadi menurut saya isu ini tidak mudah, rumit, tidak mudah dipahami, tetapi bisa masuk melalui isu-isu kekinian,” terangnya.

Sementara terkait dengan perubahan iklim apakah akan mengganggu perekonomian. Bima mengatakan, di Bogor semuanya itu masih sinkron atau selaras. “Kami percaya penguatan identitas kota menjadi kota yang ramah lingkungan dengan pembangunan berkelanjutan itu akan berdampak pada penguatan ekonomi kota di Bogor. Jadi di Bogor itu semuanya berkesinambungan,” ujarnya. (Agha Dwi Rizkianto)

banner 521x10

Komentar