INILAHONLINE.COM, JAKARTA
Indonesian Police Watch (IPW) melihat jajaran Kepolisian masih bekerja lamban dalam menangani kasus pembakaran bendera Partai Demokrasi Indonesa Indonesia Perjuangan (PDIP). Padahal cukup banyak saksi di Tenpat kejadian Perkara (TKP) seperti video dan foto aksi pembakaran bendera PDIP itu sudah viral. Pasalnya, selain viraldan juga sangat banyak aparat intelijen yang bisa diminta data maupun informasinya untuk mempercepat penuntasan kasus ini.
“Polri diharapkan bekerja cepat mengungkap dan menuntaskan kasus pembakaran bendera PDIP dalam aksi demo penolakan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) di depan Gedung DPR beberapa waktu lalu. Akibat pembakaran bendera PDIP ini, potensi konflik horizontal di akar rumput semakin nyata dan memprihatinkanm,” ujar Ketua Presidium IPW, Neta S Pane dalam siaran pers-nya yang diterima inilahonline.com, Sabtu (27/6/2020).
Menurut Neta, jika Polri masih bekerja lamban, IPW khawatir kasus pembakaran bendera PDIP ini akan memunculkan konflik dan kekacauan, yang berbuntut pada stabilitas kekuasaan Presiden Jokowi, apalagi dalam aksi demo menolak RUU HIP itu ada sebagian massa yang menuntut pelengseran Jokowi sebagai presiden. Untuk itu Polri perlu bekerja keras segera menuntaskan kasus tersebut. Selain itu segera mengerahkan babinkamtibmasnya di berbagai daerah untuk melakukan pendekatan kepada tokoh tokoh agar tidak terjadi benturan di masyarakat pasca pembakaran bendera PDIP.
“Adalah hal wajar jika PDIP melapor ke polisi karena benderanya dibakar dalam aksi demo menolak RUU HIP. Artinya, PDIP bisa melaporkan para pembakar bendera maupun korlap aksi tersebut. Sebab sebagai partai besar, PDIP jelas tidak mau dilecehkan. Bagaimana pun aksi pembakaran bendera parpol ini tidak bisa dibiarkan. Jika dibiarkan akan ada dua hal yang muncul,” ujarnya.
Lebih lanjut Neta menjelaskan, dua hal uyang dikhawatitrkan dapat memicu konflik horisontal yakni pertama, kasus pembakaran bendera parpol ini akan menjadi yurisprudensi atau preseden yang akan diikuti masyarakat lain, yang jika kecewa dengan parpol atau ormas massa tertentu, amak tidak menutup kemungkinan massa akan dengan mudahnya gampang membakar bendera parpol atau ormas tersebut. Kedua, jika kasus ini dibiarkan akan muncul aksi balas dendam dari massa kader dan pendukung PDIP terhadap massa aksi yg membakar bendera mereka.
“Mengingat massa PDIP cukup banyak dan menyebar di seluruh Indonesia, maka bukan mustahil mereka akan melakukan aksi massa memprotes pembakaran bendera parpolnya, sementara ormas yg melakukan aksi penolakan RUU HIP itu juga cukup banyak massanya dan menyebar di seluruh Indonesia. Jika hal itu terjadi bentrokan massa tentu tak terhindarkan,” imbuhnya.
Oleh sebab itu, menurut Neta Pane, untuk mencegah dan sebelum kemungkinan bentrokan massa di berbagai daerah terjadi, maka Polri harus segera memproses dan menuntaskan laporan pembakaran bendera PDIP terssebut. Polri perlu bertindak ekstra cepat mengusut dan menyelesaikan kasus ini agar tidak terjadi konflik dan bentrokan massa di akar rumput, yang pada akhirnya bisa mengganggu stabililtas politik, karena situasi kamtibmas akan terganggu.
Ditempat terpisah, sejumlah Ulama dan Kiai Betawi menyampaikan pernyataan sikap atas insiden pembakaran bendera PDIP dalam aksi RUU HIP kemarin. Para ulama dan kiai pun mendesak agar aparat kepolisian segera memproses hukum para oknum pelaku pembakaran. Selain itu mereka mengapresiasi langkah Presiden Jokowi dan fraksi-fraksi di DPR yang menunda pembahasan RUU tersebut
“Atas penundaan pembahasan RUU HIP tersebut menunjukkan, bahwa pemerintah dan DPR mendengarkan aspirasi warga dari berbagai lapisan masyarakat, baik dari Majlis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan lain-lain,” kata Juru Bicara yang mewakili sejumlah Ulama dan Kia Betawi H Zainal Arifin Naim di Jakarta, Jumat (26/6/2020).
Lebih lanjut Haji Zainal mengatakan, semua pihak diminta untuk menjaga diri dengan tidak memperkeruh susana. Dia berharap, semua pihak menggunakan pendekatan dialog untuk mengurai perbedaan khususnya menyangkut polemik RUU HIP tersebut dan harus bersatu dan solid dalam menghadapi pandemi dan mencari solusi atas dampak-dampaknya, khususnya dalam bidang ekonom serta berharap para kiai untuk mendinginkan suasana dengan meminta kepada umat Islam agar menjaga akhlaqul karimah dalam menyikapi perbedaan politik.
“Kami para ulama dan kiai Betawi mengutuk keras dan menyesalkan pembakaran bendera PDIP karena dapat menimbulkan retaknya kerukunan dan persatuan kebangsaan kita. Dan kami beraharap agar kasusu pembakaran bendera parpol seperti itu tidak terulang lagi di Jakarta, karena itu merupakan tindakan premanisme.
“Kami meminta agar kita tidak mengotori Jakarta dengan aksi premanisme dan provokasi. Sebab itu, kami mendesak agar aparat penegak hukum dapat menangkap pembakar bendera PDIP, sehingga hal serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang,” pungkasnya.
Pernyataan sikap itu disampaikan lewat pernyataan Forum Ulama dan Kiai Betawi, yang ditandatangani oleh Abuya KH Abdul Hayyie Na’im, KH Achmad Zakwani Raisin, KH. Dr. Yusuf Hidayat, MAKH, Achmad Zarkasyi Ishaq S.Sos, Drs. H. Saefuddin MS, dan Drs. H. Zainal Arifin Naim.
Sementara itu, sebelumnya Koordinator aksi tolak RUU HIP, Edy Mulyadi mengatakan pihaknya tak pernah merencanakan pembakaran bendera PDIP, bahkan Edy mengklaim aksi pembakaran bendera PDIP tersebut karena spontanitas dari massa yang hadir.
“Pembakaran bendera PDIP itu accident, karena saat saya di panggung juga saya bilang kita bakar bendera PKI. Saya cuma menilai sebagai spontanitas aksi massa aja. Jadi tidak dipersiapkan panitia sama sekali,” kata Edy Mulyadi kepada media, Kamis (24/6/2020)
Namun demikian, Edy tak mempermasalahkan jika PDIP menempuh jalur hukum karena pembakaran bendera itu. Ia hanya menekankan aksi pembakaran bendera PDIP itu sama sekali tidak direncanakan sejak awal.
“Kalau mau ke jalur hukum terserah itu hak masing-masing, monggo silahkan. Tapi yang perlu digarisbawahi itu accident bukan by design, bukan direncanakan oleh panitia,” ujarnya.
(Piya Hadi)
Komentar