INILAHONLINE.COM, LEBAK – Sedikitnya ada 5 orang terkena operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Ditrektorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten saat melakukan aksinya dalam OTT di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lebak, Jumat (12/10/21).
Saat Diresktimsus Polda Banten mengamankan 5 orang tersebut, empat orang di antaranya merupakan pegawai BPN Kabupaten Lebak dan satu orang lagi merupakan kepala desa di wilayah Kabupaten Lebak,
Dalam OTT yang dikomandoi Wakil Direktur (Wadir) Direskrimsus Polda Banten, AKBP Hendy F Kurniawan itu,
juga dilakukan penggeledahan di tiga ruangan kantor BPN lebak antara lain, ruang arsip, ruang seksi survai dan pemetaaan dan seksi penataan dan pemberdayaan.
Dari hasil penggeledahan yang dilakukan dalam OTT tersebut, petugas Direskrimum mendapati sejumlah amplop berisikan uang yang diduga merupakan hasil kejahatan (gratifikasi-red). Selanjutnya petugas juga memasang police line di tiga ruangan tersebut.
Wakil Direktur (Wadir) Reskrimsus Polda Banten AKBP Hendy F Kurniawan menjelaskan pergerakan dari tim Ditreskrimsus Polda Banten ini berdasarkan adanya informasi bahwa pihak BPN meminta dana lebih dalam pengurusan sertifikat hak milik.
“Kelima orang yang diamankannya itu masih berstatus sebagai saksi dan belum ada tersangka,” jelasnya kepada awak media.
Ketua LSM Indonesia Landreform Watch (ILW) Untung Kurniadi dalam menanggapi atas adanya OTT yang terjadi di BPN Kabupaten itu mengatakan, kejadian di kantor pertanahan di Lebak itu merupakan bukti bahwa di pelayanan BPN masih ada oknum yang memanfaatkan jabatannya untuk melakukan kejahatan demi mendapatkan uang sedengan cara legal dari pemohon.
“Bahkan info yang saya daptkan dari sebuah sumber menyebutkan, bahwa untuk pengurusan sertipikat ada istilah ‘angkat berkas’ atau harus ada ‘gula-gulanya, untuk mempelancar proses pengurusan sertipikat tanah,” ujarnya.
Menurutnya, perbuatan gratifiksai tersebut, tidak menutup kemungkinan dilakukan oleh para mafia tanah yang diduga bekerjasama dengan oknum BPN dalam rangka untuk mencapai tujuan pengusaan lahan dan permohonan hak yang nantinya untuk diperjual-belikan.

“Kalo itu ada indikasi kuat, maka saya akan melaporkan ke pak Menteri, agar para oknum seperti itu dipecat yang selanjutnya diproses pidana agar dibui,” tegas Untung yang juga Ketua Umum Gerakan Mahasuswa (Gema) Kosgoro tersebut.
Sementara itu, Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil mengaku, bahwa yang menjadi korban mafia tanah bukan hanya rakyat biasa. Tapi juga tanah milik negara. Seperti yang dialami BUMN Pertamina. Karena lahan milik Pertamina di daerah Rawamangun, Jakarta Timur, diserobot mafia tanah hingga berproses di pengadilan.
“Ini merupakan perbuatan mafia tanah yang terjadi di seluruh Indonesia. Siapa saja korban? Korban bukan hanya masyarakat. Korban (juga) Pertamina. Itu kasus di Rawamangun, tanah Pertamina digugat,” kata Sofyan dalam diskusi virtual ‘Peran Komisi Yudisial dalam Mengawasi Silang Sengkarut Kasus Pertahanan di Peradilan’, Kamis (7/10/2021).
Lebih lanjut mantan Menteri BUMN tersebut mengatakan, mafia tanah itu sangat berani menggugat Pertamina ke pengadilan menggunakan dokumen palsu. Namun dalam putusan sidang, Pertamina menang lantaran hakim menyatakan lahan tersebut milik Pertamina.
“Namun, tiba-tiba pihak pengadilan mendebet rekening Pertamina sebesar Rp224 miliar. Setelah mendebet uang Pertamina itu hilang saja, sampai sekarang tidak diketahui. Jadi hebat sekali mafia tanah ini,” ujar Sofyan.
Selian itu, Sofyan Djalil juga mencontohkan kasus mafia tanah di wilayah Ujung Pandang, Makassar, Sulawesi Selatan. Mafia tanah mengklaim sepertiga adalah itu adalah miliknya. Padahal, di dalamnya ada lahan pemerintah kota, anak perusahaan BUMN, Pelindo dan PLN, dan Masjid Al Markaz Al Islami yang juga termasuk aset negara dan aset-aset lainnya.
“Di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan hampir sepertiga Ujung Pandang digugat mafia tanah dan menang,” imbuhnya. (Piya Hadi)
Komentar