INILAHONLINE.COM, CARINGIN-KAB. BOGOR
Setelah diaudit BPK dan Tim Independen UI (Universitas Indonesia) memastikan penyebab kematian ratusan petugas KPPS berusia 50-60 tahun pada Pemilu Serentak 2019, karena kelelahan dan penyakit bawaan (jantung dan darah tinggi), pemerintah melalui peraturan Kementerian Keuangan memastikan menaikkan honor KPPS menjadi Rp 1,5 juta (ketua) dan Rp 900 ribu (anggota) serta Rp 2 juta (PPS). Pada Pemilu 2020 juga akan diujicobakan penggunaan e-Rekap berbasis teknologi informasi.
“Itu setidaknya untuk menarik minat warga menjadi petugas KPPS yang tadinya honor mereka ganya Rp 500 ribu. Padahal buat medical check-up saja Rp 600 ribu. Mereka dan petugas PPS itu sangat strategis dalam penyelenggaraan Pemilu serentak, baik nasional maupun lokal, yang terbukti lebih efektif dan efisian, ” ungkap Ketua KPU Jawa Barat, Dr Rifqi Ali Mubarok, MSi dalam dialog dengan wartawan pada Media Gathering yang digelar KPU Kabupaten Bogor pimpinan Ummi Wahyuni di Villa Bukit Pancawati, Caringin, Kabupaten Bogor, Senin (18/11).
Para petugas KPPS itu tadinya dipersyaratkan berpendidikan minimal SMA, namun nyatanya banyak yang di bawah itu, dan hanya bisa baca, nulis, berhitung (calistung). Pertanggungjawaban mereka terbukti sangat besar di TPS. Mereka juga tak jarang dibully, diintimidasi dan didera hoax. Di Bogor sendiri ada sekitar 15.000 TPS dengan pemilih 3,4 juta jiwa setara dengan Provinsi Gorontalo dan Belitung.
Menurut Rifqi, sarana dan prasarana e-Rekap itu sudah tersedia. Setidaknya, hal ini bisa mengurangi beban petugas KPPS yang sebelumnya harus bekerja keras mengawal lima jenis surat suara, 20 formulir dan tiap TPS 300 pemilih. Sementara pemungutan dan penghitungan suara harus dilakukan pada hari ‘H’. “Itu jelas tak manusiawi,” tandas Rifqi, didampingi Ummi, Herry Setiawan, Erik dan Asep.
Seperti diketahui, jumlah petugas KPPS pada Pemilu Serentak 2019 yang wafat, sebanyak 160 orang dari Jawa Barat yang memiliki pemilih 34 juta jiwa, 28 orang di antaranya dari Bogor. “Mereka meninggal dunia bukan karena firaun atau diguna-guna, tapi kelelahan dan penyakit bawaan, seperti jantung dan darah tinggi pada usia 50-60 tahun,” jelasnya.
Mereka sebetulnya dimintai surat keterangan sehat dari Puskesmas, atau surat sehat. Namun beban mereka memang berat. Meski begitu, kata Rifqi, di Bogor mereka bersama KPU mampu menjaga integritas pemilih di TPS, walaupun masih ada reriwuh dalam penyediaan logistik, termasuk yang tertukar.
Dengan DPT yang relatif lebih baik, produk Pemilu 2019 diharapkan mampu menambah bobot demokratisasi di Bogor, dan menghasilkan pemimpin yang lebih baik. Ia tak menyangkal adanya pembatasan dalam beriklan di media massa, namun pemerintah melalui KPU masih memberikan ruang yang lebih leluasa kepada kandidat lewat pariwara untuk sosialisasi, sehingga pemilih tak beli kucing dalam karung
(Mochamad Ircham)
Komentar