Tidak Ada Saksi, Penghitungan Suara DPD RI di Aceh Rentan Kecurangan

Berita, Politik387 Dilihat

INILAHONLINE,COM, JAKARTA

Rekapitulasi Pemilu Legislatif yang terus berlangsung hingga pengumuman real qount 22 mei oleh KPU terus menjadi sorotan nasional, tak terkecuali daerah yang rentan kecurangan provinsi gerbang terdepan Indonesia seperti Aceh, Papua, Papua Barat, Sulut, Kaltara, NTT, dan lain-lain.

Celah terbuka kecurangan dilapangan berpotensi besar, khususnya untuk pileg DPD RI Aceh. fakta menarik didapat. Sistem yang dibuat KPU sedemikian rupa agar berjalan dengan baik tetap memiliki celah kecurangan. Beberapa hal teknis bisa jadi celah pelaku. Salah satunya memanfaatkan kelelahan kondisi petugas.

Dengan keadaan tersebut, membuat mereka lengah dalam mengawasi surat suara. Selain itu petugas TPS juga rentan menjadi pelaku kecurangan. Misalnya, pengisian formulir berita acara menggunakan pensil. Di sini rentan terjadi dan dimanfaatkan pihak tak bertanggungjawab untuk mengubah hasil.

Sumber daya manusia (SDM) penyelenggara Pemilu di tingkatan terkecil dirasa rentan kecurangan. Walau sudah menjalani proses seleksi dan bimbingan teknis (bimtek), hasilnya kerap tak sejalan dengan hasilnya.

Etika dalam proses penyelenggara jadi salah satu kunci keberhasilan pemilu di berbagai tingkatan. Sebab, tak sedikit petugas penyelenggara pemilu memiliki kecenderungan politik dan tidak bersikap profesional.

Saat ini tidak adanya Saksi, penghitungan suara DPD RI di Aceh rentan Kecurangan. Perolehan suara sementara DPD Aceh rentan dicurangi dan praktek jual beli suara cukup mengkhawatirkan serta merugikan kandidat caleg.

Sebelumnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mempersilakan DPR membentuk panitia khusus (Pansus) terkait kecurangan pemilu.
“Silakan, itu sangat terbuka artinya kalau KPU dimintai keterangan membuka data membuka dokumen, untuk memperjelas situasinya seperti apa kami siap,” kata Hasyim di Kantor DKPP, Jakarta Pusat, Jumat (26/4/2019).

Menurut Fadli, pansus adalah salah satu opsi untuk mengatasi kecurangan yang masif yang terjadi di pilpres. Melalui pansus, bisa juga terbuka peluang untuk melakukan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Selain pansus, Tim Pencari Fakta (TPF) untuk kecurangan pemilu. Dua opsi ini, lanjutnya, penting untuk menjaga demokrasi Indonesia.

Sebagai contoh. Kasus terbaru sebelumnya, Setelah lima caleg DPR RI yang mengadu soal dugaan kecurangan pemilu pasca kebakaran gudang logistik di Pesisir Selatan, kini giliran Nurkalis, calon anggota DPD RI dari daerah pemilihan Sumatera Barat, yang melapor.

Nurkhalis mengadu ke Bawaslu Pesisir Selatan, terkait dugaan hilangnya suaranya di sejumlah TPS di Kecamatan Koto XI Tarusan, Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Rabu (24/4/2019).

Nurkhalis Calon DPD nomor urut 38 melaporkan terkait adanya perbedaan antara jumlah suara di C1 plano dengan C1 di sejumlah TPS.

Seperti TPS 2 Nagari Barung-barung Balantai Selatan, pada C1 plano suara Nurkhalis ada 56. Sementara di C1 yang diumumkan di Nagari hanya 6 suara.

Kemudian di TPS 5 Nagari tersebut, pada C1 plano tertera 35 suara. Sedangkan pada C1 hanya 3 suara.

Potensi potensi seperti ini sebenarnya kemungkinan sangat rentan terjadi di provinsi lainnya, bahkan diduga merata kecurangan penggelembungan suara. Aceh dan provinsi lainnya berpotensi terjadi hal yang sama. hanya saja pelapor belum menemukan bukti yang valid.

(Muchamad Ichsan)

banner 521x10

Komentar