INILAHONLINE.COM, PURWAKARTA
Setelah gugatannya ditolak untuk diakui sebagai salahsaru ahli waris Kiai Abdul Majid Ilyas yang dikenal Kiai Prabu Kresno, Esha Nurhayati dilaporkan oleh keluarga Kiai Prabu Kresno ke Polres Purwakarta, sebagaimana tertera dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/906/XII/JB/RES PWK tertanggal 3 Desember 2019. Tuduhannya menggunakan Buku Nikah nomor 098/13/V/2007 yang berisikan keterangan yang tidak benar atau dipalsukan.

Majelis Hakim Pengadilan Agama Kota Surabaya telah menolak gugatan Esha Nurhayati yang menuntut pembatalan penetapan ahli waris keluarga Kiai Abdul Majid Ilyas, sebagaimana tersebut dalam putusan perkara nomor: 1796/Pdt.G/2019/PA.Sby pada 28 Oktober 2019. Gugatan itu dilayangkan dengan alasan Esha tidak dimasukkan sebagai salahsatu ahli waris Kiai Abdul Majid Ilyas, namun ditolak. Atas putusan ini Esha merasa tidak puas dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Agama Surabaya pada 15 November 2019.
“Keluarga Kiai Prabu Kresno sudah jengkel dengan kelakuan Esha dan kawan-kawannya. Bila dibiarkan terus bisa malah menghancurkan nama baik keluarga Pak Yai. Makanya, kami sepakat untuk melaporkannya ke kepolisian saja. Karena lokasi penerbitan Buku Nikah Esha itu di Kecamatan Maniis, Kabupaten Purwakarta, kami laporkan ke Polres Purwakarta,” kata Amirrudin, SH, Pengacara Keluarga Kiai Abdul Majid Ilyas ketika dikonfirmasi, Senin (9/12/2019).
Menurut arek Suroboyo keturunan India yang akrab disapa Bro Am itu, kasus Esha Dkk ini sepertinya akan berkembang, karena perkara tersebut berawal dari penguasaan secara melawan hukum atas penyelenggaraan SMP Dorowati di Manukan Kulon, Tandes, Kota Surabaya, sehingga saat ini di sekolahan tersebut sudah tidak ada aktivitas lagi.

Dinas Pendidikan Kota Surabaya ketika dikepalai oleh M Ichsan tidak menerbitkan IOS (izin Operasional Sekolah) sejak 2018. Sebelumnya Ichsan menerbitkan IOS 2015-2017 kepada SMP Dorowati di bawah naungan Yayasan Pendidikan Dorowati Surabaya (YPDS), padahal sejak awal penyelenggearaan pendidikan Dorowati yang berhak adalah Yayasan Pendidikan Dorowati (YPD), yayasan yang didirikan oleh keluarga besar Kiai Abdul Majid Ilyas.
Dinas Pendidikan Kota Surabaya menganggap telah terjadi konflik/dualisme yayasan pendidikan yang mengelola satuan pendidikan SMP Dorowati sebagaimana tersebut dalam Surat Kepala Dinas Pendidikan yang saat itu dijabat oleh Ichsan nomor: 420/1046/436.7.1/2018 tertanggal 25 Oktober 2018.
Sebetulnya yayasan yang didirikan oleh oknum jamaah di Surabaya pada 21 Maret 2011 itu ialah Yayasan Pendidikan Dorowati Surabaya (YPDS), sebagaiman tersebut dalam akte pendirian yayasan nomor: 34, yang dibuat di hadapan Notaris Dadang Koesboediwitjaksono, SH dan juga telah mendapatkan surat keputusan Kementerian Hukum dan HAM pada 18 November 2011 nomor: AHU-7664.AH.04.Tahun 2011.

Hal ini sudah dilaporkan oleh Keluarga Kiai Abdul Majid Ilyas ke Polda Jawa Timur atas dugaan terjadinya pemalsuan yang telah dilakukan oleh Notraris Dadang Koesboediwitjaksono, SH dan kawan-kawan yang notabene mengaku para santri Kiai Abdullah Sattar Majid (putra Kiai Abdul Majid Ilyas). “Mereka diduga ingin menguasai secara melawan hukum atas aset-aset keluarga Pak Kiai,” tandas Bro Am.
Untuk menghambat penyidikan kasus pemalsuan yang kini ditangani Polrestabes Surabaya itu, Buku Nikah Esha dari KUA Maniis, Purwakarta digunakan srbagai ‘senjata’ meski akhirnya tak ampuh, lantaran ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Kota Surabaya. Kini, Esha dkk terus menyiasatinya melalui banding dengan menjadikan Buku Nikah nomor 098/13/V/2007 yang diduga didukung keterangan register induk berisi keterangan yang dipalsukan sebagai ‘pepesan perang’ melawan ahli waris Kiai Prabu Kresno.
Ketika dikonfirmasi, Kepala KUA Maniis membenarkan bahwa register induk Buku Nikah Esha itu berisi keterangan yang berbeda (diduga dipalsukan) dengan identitas yang sebenarnya dari Abdullah Sattar.
Misalnya, yang benar Abdullah Sattar lahir di Surabaya, 1 September 1938 beralamat di Peneleh 6/40 Surabaya, di Buku Nikah Esha ditulis lahir di Purwakarta, 1 September 1948, sedangkan di register induk ditulis lahir di Purwakarta, 1 September 1983, status jejaka, pekerjaan Buruh.
“Nomor Buku Nikah Esha itu sama, baik di Akta Nikah maupun Register Induk, yaitu 098/13/V/2007, tapi keterangan identitas Pak Abdullah Sattar berbeda dengan aslinya. Apa ada nama Abdullah Sattar lain ya? Wallaahu a’lam bish-shawaab. Karena itu, ahli waris Pak Abdullah Sattar tak rela namanya dicatut dan disalahgunakan, apalagi buat gugat penetapan ahli waris,” tegasnya.
(M Ircham)
Komentar