INILAHONLINE.COM, SOLO – Persoalan terorisme berpotensi menjadi pintu masuk asing untuk melakukan intervensi dan menguasai Indonesia, jika Pemerintah bersama rakyat dinilai gagal dalam menyelesaikan kasus-kasus aksi kejahatan kemanusiaan luar biasa ini.
Panglima Kodam IV/Diponegoro Mayjen TNI Wuryanso S.Sos, M.Si mengatakan jika Indonesia tidak berhasil menyelesaikan kasus terorisme, maka pihak asing akan dengan sangat mudah melakukan intervensi atau campur tangan terhadap urusan dalam negeri, diijinkan atau tidak oleh Pemerintah Indonesia mereka akan masuk.
“Dengan alasan dinilai gagal mengatasi kasus-kasus teror, maka asing akan menggunakan kondisi seperti itu sebagai pijakan atau legalitas melakukan intervensi,“ ujar Wuryanto saat menyampaikan paparan dalam Halaqah Ulama : Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Jawa Tengah yang diselenggarakan Majlis Ulama Indonesia Jawa Tengah (MUI Jateng) bekerja sama dengan Badan Kesbangpol Jateng, di Hotel Syariah Solo, Kamis (19/7).
Menurutnya, terkait dengan aksi-aksi radikal yang berujung pada aksi teror penangannya tidak cukup hanya diserahkan kepada TNI dan Polri saja, tetapi seluruh warga Indonesia bergerak serentak melakukan pencegahan. Jangan sampai teroris berhasil melakukan aksinya, sedini mungkin dicegah.
“Akan lebih mudah dan murah ongkosnya jika yang dilakukan melakukan pencegahan, dibanding dengan penanggulangan setelah jatuh korban akibat gerakan teror gagal dicegah sejak dini,” tuturnya.
Mengatasi problem teror, lanjutnya, jangan hanya mengandalkan tindakan represif saja, karena akan memunculkan suasana kontra produktif. Tetapi perlu ditempuh dengan cara dan tindakan nonrepresif seperti pencegahan dan penyadaran bahwa teroris itu tidak sesuai dengan ajaran agama manapun dan sebagainya.
Potensi Jateng, dia menambahkan untuk melakukan pencegahan gerakan radikal dan teror sangat besar sekali. Tingkat partisipasi masyararakat untuk mencegah radikal dan teror sangat besar sekali, mereka bisa dimobilisir dengan mudah dan cepat untuk bersama-sama mencegah gerakan radikal dan teror, karena memang dua jenis perilaku ini tidak sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Namun demikian, tutur Wuryano, kondisi ini tidak boleh menjadikan warga dan pemerintah lengah, mengingat berbagai aksi radikal dan teror di luar Jateng selalu mengait dengan wilayah Jateng. Fakta di lapangan menyebutkan jumlah narapidana dan eks narapidana teroris (napiter) terbanyak dari Jateng, ini perlu dicermati dengan serius.
TNI, menurutnya, sudah melakukan berbagai upaya dengan melakukan pendekatan kepada para keluarga eks napiter dan napiter agar segera kembali ke pangkuan NKRI, tidak lagi melakukan aksi-aksi kejahatan luar biasa yang merugikan saudara-saudaranya di bumi Indonesia.
“Kami sangat bergembira sekali kalau para ulama di Jateng sudah menyatakan ketegasannya untuk bersama-sama dengan pemerintah mencegah gerakan teror. Ini sangat menggembirakan sekali, tentu sikap para ulama akan diikuti santri, jamaah dan masyarakat lainnya, sehingga pada akhirnya Indonesia tidak akan mendapat predikat sebagai negara yang gagal mengatasi kasus terror. ” ujarnya.seperti dikutif semarangpedia.com (Suparman)
Komentar