INILAHONLINE.COM, SEMARANG – Puluhan karyawan Pasaraya Sri Ratu Pemuda Semarang kembali menggelar aksi demo di depan Balai Kota Semarang, Selasa (3/4/2018), setelah sebelumnya mereka melakukan hal serupa di depan swalayan Sri Ratu itu akhir pekan lalu.
Mereka menuntut hak-haknya yang belum diberikan manajemen perusahaan, setelah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, meski sebelumnya juga telah mengadukan nasibnya kepada Dinas Tenga Kerja (Dinasker) Kota Semarang dan Makamah Agung (MA).
Kali ini, mereka mendatangi DPRD Kota Semarang untuk mengadukan nasibnya dan menuntut manajemen Sri Ratu membayarkan hak karyawan sesuai Undang-Undang yang berlaku, mengingat mereka selama ini tidak memperoleh pendapatan.
Koordinator Lapangan Aksi, Karmanto mengatakan kesepakatan yang sudah disetujui oleh manajemen Sri Ratu dan karyawan adalah pembayaran kontan, bahkan juga hasil pertemuan di Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Semarang beberapa waktu lalu.
“Kami sudah dapat menerima jika pembayaran pesangon yang dilakukan tidak termasuk 15%, sesuai Undang-Undang melalui mediasi. Namun setelah kami sepakati, pihak Sri Ratu mengingkari dan hanya akan membayar secara mengangsur selama enam kali dalam enam bulan mendatang,” ujarnya.
Sementara Perwakilan manajemen Sri Ratu Hendro Ari Wibowo menuturkan beberapa tahun ke belakang, pusat perbelanjaan di beberapa wilayah mengalami penurunan jumlah pengunjung hingga mengakibatkan omzet juga turun dratis.
Kondisi itu, lanjutnya menyebabkan pendapatan tidak berimbang dengan biaya operasional dan itu terjadi sejak satu dekade silam. Bahkan penurunan jumlah pengunjung berdampak pada anjloknya revenue yang diperoleh.
Seperti diketahui Desember 2017 sebanyak 286 karyawan Pasar raya Sri Ratu terkena PHK dan tercatat 65 karyawan di antaranya menolak pemberian hak pesangon yang dibayarkan secara bertahap, sedangkan 221 karyawan lainnya menerima kesepakatan pembayaran pesangon dengan sistem cicil itu.
Ketua DPD KSPN Kota Semarang, Heru Budi Utoyo sebelumnya pernah mengatakan hak-hak karyawan yang telah di PHK itu hingga saat ini sama sekali belum diberikan, bahkan dari 76 karyawan yang terkena PHK, sebagian sudah bisa terealisasikan setelah mereka mengajukan ke ranah hukum.
Menurutnya, hak-hak karyawan termasuk pesangon seharus diberikan hingga tuntas, bukannya direalisasikan secara bertahap dengan pemberian dilakukan beberapa kali, yang akhirnya berpotensi mecet.
“Karyawan yang terkena PHK, seharusnya mendapat hak pesangon secara utuh, sesuai Undang-Undang nomer 13 tahun 2003, yang mengharus pesangon dibayar sepenuhnya, bukan dengan pembayaran bertahap (dicicil),” tuturnya.
Anita Dwi (39) salah satu karyawan Sri Ratu itu menuturkan tidak pernah membayangkan karirnya sebagai pramuniaga di Pasaraya Sri Ratu Jalan Pemuda Semarang bakal berakhir dengan kesedihan. Puluhan tahun bekerja, ujung-ujungnya justru pemutusan hubungan kerja yang ia terima.
“Dimana kebijakan perusahaan. Saya hanya menuntut hak saya. Keluarga saya butuh makan, tapi perusahaan tidak pernah bisa mengerti,” ujarnya di depan wakil rakyat saat mengadu bersama karyawan Sri Ratu lainnya yang sama-sama menjadi korban PHK sepihak itu.
Menurutnya, berbagai upaya telah ditempuhnya baik melalui jalur hukum hingga Mahkamah Agung (MA), yang menhasilkan positif, ada keputusan tetap dari MA yang memerintahkan Sri Ratu segera membayarkan hak saya. Namun sampai sekarang ketetapan hukum itu pun tidak pernah dilaksanakan oleh manajemen Sri Ratu. (Suparman)
Komentar