Suharyanto, Penjual Mie Ayam yang Dirikan Sekolah Difabel

Daerah523 Dilihat

INILAHONLINE.COM, BLORA – Tuhan memang baru memberikan rezeki yang belum seberapa pada pasangan Suharyanto (34) dan Sutiah (36). Tapi tekad dan keikhlasan yang diberikan Tuhan kepada pasangan ini untuk membantu sesamanya luar biasa besar.

Betapa tidak. Meski sehari-hari hanya sebagai penjual es dan mie ayam, namun Suharyanto mampu mendirikan sekolah khusus anak-anak berkebutuhan khusus.

Telah tiga bulan, sekolah yang memanfaatkan ruang tamunya untuk belajar difabel ini berjalan. Sampai kini telah ada 24 anak difabel yang dititipkan. Sekolah ini hanya punya satu guru pengajar. Waktu belajarnya hanya Sabtu pukul 11.00 – 13.00 dan Minggu pukul 08.00 – 12.00.

“Belum ada tempat yang layak, rumah ini pun milik kakak saya, saya numpang tinggal di sini,” kata warga RT 5 RW 2 Kelurahan Randublatung Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora ini.

Kepada Gubernur Jateng nonaktif Ganjar Pranowo yang berkunjung ke rumahnya, Selasa (24/4/2018) siang, Suharyanto bercerita bahwa dirinya tergerak memfasilitasi pendidikan difabel karena puteranya juga penyandang difabel. Rizky Pratama Putra yang kini berusia 8 tahun terlahir autis. Dari kesulitan mendapatkan pendidikan difabel, pria yang akrab disapa Antok ini akhirnya membuat sekolah sendiri.

“Di Blora selatan ini tidak ada sekolah luar biasa atau SLB, makanya anak difabel kesulitan belajar, baru yang ada dititipkan di sekolah inklusi tapi jumlahnya tidak bisa menampung banyak,” katanya.
Dalam penyelenggaraan sekolah yang belum bernama ini, Suharyanto merogoh kocek pribadinya. Anak-anak yang belajar di tempatnya tidak ditarik iuran alias gratis. Syukurlah ada guru pendamping difabel yang mewakafkan waktunya untuk datang dua kali sepekan.

“Guru ini cuma kami kasih uang transport Rp 10 ribu per pertemuan, seharusnya memang butuh guru tambahan tapi belum ada,” katanya.

Kepada Ganjar, Antok hanya menitipkan harapan agar ke depan dibangun SLB di Randublatung. Ia bahkan tidak minta sekolah miliknya dibangun atau bantuan apapun. “Harapan kami anak-anak kebutuhan khusus dapat pendidikan baik inklusi maupun SLB dengan fasilitas yang baik,” harapnya.

Ganjar mengatakan, SLB saat ini menjadi kewenangan provinsi. Ia akan menyampaikan pada dinas pendidikan agar dilakukan pengkajian pendirian SLB di Blora bagian selatan. “Jika hasil kajiannya memang dibutuhkan akan dibuat, jika tidak maka bisa memaksimalkan sekolah negeri untuk jadi inklusi,” katanya.

Sementara menunggu itu, ia meminta Suharyanto mengajukan usulan bantuan sarana belajar mengajar untuk difabel. “Yang pasti niat tulus pak Antok harus didukung warga sekitar, ada banyak cara untuk mendapat bantuan selain pemerintah bisa dari perusahaan lewat CSR atau crowdfunding,” jelasnya.(Suparman)

banner 521x10

Komentar