Tersangkut Korupsi, Idrus Marham Mundur dari Jabatan Menteri Sosial

INILAHONLINE.COM, JAKARTA – Idrus Marham menyatakan mengundurkan diri dari jabatan menteri sosial. Pengunduran diri Idrus langsung disampaikan kepada Presiden Joko Widodo di Istana pagi ini, Jumat (24/8/2018).

Pengunduran diri Idrus sebagai menteri dan pengurus Partai Golkar disampaikan seusai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan. Pertemuan itu juga tentang pengunduran dirinya sebagai menteri.

Idrus mengaku, pengunduran dirinya dari Mensos sebagai bentuk pertanggungjawaban moral dan menjaga kehormatan presiden. “Presiden selama ini diakui sebagai pemimpin yang memiliki reputasi, komitmen dan konsistensi yang tinggi dalam pemberantasan korupsi,” tuturnya.

Pertimbangan kedua, katanya, agar tidak menjadi beban bagi Presiden dan sekaligus tidak mengganggu konsentrasi bapak Presiden dalam menjalankan tugas sehari hari yang tidak ringan.

“Jadi kalau misal saya tersangka dan masih ini itukan tidak etis dan secara moral tidak bisa diterima,” katanya.

Lalu pertimbangan ketiga, lanjutnya, sebagai warga negara yang taat hukum, dirinya sepenuhnya menghormati proses hukum yang dilakukan KPK.

“Dan sekaligus saya ingin berkonsentrasi ya mengikuti proses hukum yang ada di KPK,” katanya seperti dikutip merdeka.com.

Berdasarkan data yang dihimpun inilahonline.com dari berbagai media pada Jumat (24/8)sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengisyaratkan akan menjerat tersangka baru dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1. Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, hal tersebut berdasarkan sejumlah fakta-fakta yang ditemukan dalam proses penyidikan terhadap para tersangka dalam kasus ini.

Idrus terlibat dalam proyek itu saat masih menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Golkar. Dia bersama mantan Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan Direktur PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) diduga berperan memuluskan Natural Resources Limited, perusahaan yang salah satu sahamnya dimiliki Johannes B Kotjo, untuk ikut mengerjakan proyek pembangkit listrik mulut tambang itu, seperti dikutip dari CNNIndonesia.com.

Eni diduga menerima uang sebesar Rp4,8 miliar secara bertahap melalui kesepakatan kontrak kerja Kotjo. Eni dan Kotjo ditangkap tangan KPK beberapa waktu lalu di rumah dinas Menteri Sosial di kawasan Widya Chandra, Jakarta Selatan.

Proyek PLTU Riau-I sendiri masuk dalam proyek 35 ribu Megawatt yang rencananya bakal digarap Blackgold, PT Samantaka Batubara, PT Pembangkit Jawa-Bali, PT PLN Batubara dan China Huadian Engineering Co. Ltd.

KPK sudah memeriksa sejumlah saksi dalam kasus dugaan suap ini, di antaranya Menteri Sosial Idrus Marham, Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir, serta Direktur Utama PT Pembangkitan Jawa-Bali Investasi Gunawan Y Hariyanto.

Kemudian Direktur Utama PT Pembangunan Jawa Bali (PJB) Iwan Agung Firstantara dan Direktur Utama PT Samantaka Batubara Rudi Herlambang.

Pemeriksaan terhadap mereka untuk mendalami kongkalikong PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) dengan petinggi PT PLN terkait penunjukan langsung perusahaan Blackgold, PT Samantaka Batubara, PT Pembangkit Jawa-Bali, PT PLN Batubara dan China Huadian Engineering Co. Ltd menjadi satu konsorsium yang menggarap proyek tersebut.

Apalagi, dari balik jeruji besi, Eni Saragih sempat mengungkap peran Sofyan Basir dan Kotjo sampai PT PJB menguasai 51 persen asset. Nilai asset itu memungkinkan PT PJB menunjuk langsung Blackgold sebagai mitranya.

Pada Januari 2018, PJB, PLN Batu Bara, BlackGold, Samantaka, dan Huadian menandatangani Letter of Intent (LoI) atau surat perjanjian bisnis yang secara hukum tak mengikat para pihak. LoI diteken untuk mendapatkan Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik (PPA) atas PLTU Riau-1. Samantaka rencananya akan menjadi pemasok batu bara untuk PLTU Riau-1. (Red)

banner 521x10

Komentar