INILAHONLINE.COM, SEMARANG
Dua pemuka agama Katolik, Uskup Agung Semarang Mgr Robertus Rubiyatmoko Pr didampingi Romo Aloysius Budi Purnomo, hadir ke Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Rabu (5/6/2019) pagi sebelum digelar Sholat Idul Fitri.
Ketua Umum DPP MAJT Prof Dr KH Noor Achmad MA dan Sekretaris MAJT Drs KH Muhyiddin MAg bersama pengurus lainnya dengan ramah penuh sahabat menerima mereka berdua di ruang khusus bawah dekat aula.
“Kami datang ke MAJT ini untuk menyampaikan ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri dan Mohon Maaf Lahir Batin, baik secara pribadi maupun mewakili umat Katolik di Semarang. Kami juga ikut merasakan kebahagian bersama umat muslim di Semarang, khususnya dan Jawa Tengah pada umumnya”, ungkap Mgr Robertus Rubiyatmoko kepada wartawan yang meliput kehadirannya.
Dia mengatakan bahwa MAJT sangat luar biasa menjadi episentrum gerakan toleransi kehidupan beragama. MAJT bahkan menjadi pelopor perekat kehidupan kerukunan antar umat beragama. Oleh karena itu bisa menjadi pengaruh yang luar biasa untuk merekatkan kembali kebhinekaan sebagai kekuatan mempersatukan semua elemen dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pada kunjungan silaturahmi sekaligus Halal bi Halal tersebut, Uskup Agung Semarang juga sempat bertemu dengan Menristek Dikti Prof H Mohamad Nasir, PhD, Ak yang saat itu akan bertindak selaku khotib dalam salat Ied.
Dalam khutbahnya, Mohammad Nasir menuturkan, masyarakat perlu mencermati tumbuhnya sikap radikalisme dalam masyarakat Indonesia yang mengambil bentuk pemaksaan kehendak dengan jalan kekerasan. Khususnya dalam iklim keterbukaan dan kebebasan yang luas saat ini.
Secara teoritis, Nasir menuturkan, keterbukaan dan kebebasan memberikan akses yang luas dan pengelolaan aspirasi masyarakat lebih baik. Namun, kondisi ini juga dapat membahayakan kebhinekaan dan stabilitas nasional, bila kita tidak waspada dan mengambil langkah-langkah pencegahan dan penangkalan.Nasir menambahkan, Islam merupakan ‘agama damai’ (din as salam), memiliki karakter anti kekerasan dan anti kerusakan. Rasulullah Muhammad SAW juga pernah menyampaikan sabda bahwa kekerasan, anarkisme, menebar ketakutan dan menebar teror di tengah komunitas Muslim bukanlah bagian dari ajaran Islam.
“Muslim sejati merupakan orang yang selalu menebar kasih sayang, selalu hati-hati dan berpikir seribu kali dalam berucap maupun berbuat. Dengan demikian, tidak ada ucapan dan perbuatan yang menyakiti dan melukai serta mencederai hati maupun fisik orang lain”, ungkap Nasir.
Upaya dakwah mengajak manusia dengan hikmah dan nasihat yang baik, khususnya menyadarkan umat Islam akan esensinya sebagai ummatan wasathan atau umat moderat perlu ditingkatkan. “Dengan begitu, umat manusia kembali menemukan jati dirinya (fitrah) sebagai hamba Allah yang saleh dan peduli dengan sesama,” lanjutnya.
Dari Ramadhan, Nasir mengatakan, kita berharap lahir generasi perubahan (agent of change) yang senantiasa memperbaiki diri dan mengubah sekelilingnya ke arah kebaikan. Di sisi lain, juga memajukan kualitas sumber daya manusia dan mengusung beban bangsa menuju Indonesia yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur atau negeri yang adil, makmur, serta diridhai Allah.
Dengan demikian, Nasir menjelaskan, ciri keislaman dapat terwujud di alam nyata. “Yakni, rahmatan lil allamin (rahmat bagi semesta), sumber daya manusia yang unggul, universal dan memayungi semua,” tuturnya.
Selanjutnya, Mohammad Nasir mengajak umat Muslim untuk memulai Syawal ini dengan pengendalian diri, kelapangan dada dan kepedulian sosial terhadap sesama, bertekad menjadikan Islam sebagai rahmat bagi semesta. Dengan begitu, pelaksanaan Idul Fitri dapat memiliki makna yang agung.
(Suparman)
Komentar