INILAHONLINE.COM, BOGOR — Wali Kota Bogor, Bima Arya menjadi narasumber dalam Acara Launching Tobacco Control Centre Universitas Tadulako Kota Palu secara virtual di Balai Kota Bogor, Kamis (12/1/2023).
Pada kesempatan ini Bima Arya berbagi pengalaman bagaimana Kota Bogor secara konsisten melakukan kebijakan kawasan tanpa rokok atau KTR.
“Dalam beberapa tahun terakhir ini Bogor mungkin menjadi satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki visi sederhana tapi dalam makna, yaitu kota untuk keluarga. Untuk mewujudkan itu ada hal-hal yang harus dijalankan secara konsistensi serta kemampuan untuk membumikan gagasan-gagasan yang ada dalam semua kebijakan, termasuk persoalan kawasan tanpa rokok,” ujar Bima Arya.
Bima Arya menyebut, ada lima faktor yang menentukan. Pertama adalah komitmen politik dari pimpinan yang juga harus didukung dengan komitmen kuat dari eksekutif dan legislatif. Kedua adalah regulasi, jadi komitmen itu harus diturunkan dalam formula aturan-aturan. Ketiga adalah implementasi di lapangan harus benar-benar di tegakkan bukan basa basi saja.
Keempat harus terus memperbaharui dan mengevaluasi semua langkah-langkah melalui basis data yang valid dan akurat. Hal yang tidak mungkin kalau Pemerintah Kota melangkah namun datanya tidak ada. Data tentang preferensi merokok diantara anak-anak, data tentang kepatuhan Perda KTR, data tentang pendapatan asli daerah yang dikaitkan dengan kebijakan tembakau dan lain-lain itu merupakan data yang penting.
“Di Kota Bogor kami melakukan survei secara reguler. Dan yang kelima yaitu kolaborasi atau jejaring, jadi semua ini membutuhkan kerja sama. Tidak mungkin wali kota sendiri, saya bersyukur di Kota Bogor ini banyak didukung komunitas-komunitas,” ujarnya.
Ia menerangkan, dalam hal komitmen politik diturunkan menjadi regulasi-regulasi. Di Kota Bogor sudah mempunyai beberapa seri Perda, mulai dari Perda KTR, pelarangan display penjualan rokok sampai yang terakhir shisha, vape, itu juga semua dilarang di Kota Bogor.
“Kita pastikan di warung-warung, minimarket semua sudah tidak ada lagi display rokok dan saya secara rutin turun bersama-sama dengan tim gabungan dari kepolisian, Satpol-PP, pengadilan negeri untuk memastikan tertib,” tegasnya.
Di Kota Bogor iklan rokok sudah tidak ada sejak 2008. Ketika Kota Bogor melarang iklan rokok banyak yang khawatir PAD akan turun. Tapi data dan sejarah menunjukan sebaliknya, PAD Kota Bogor naik terus setiap tahun kira-kira Rp 100 miliar naiknya.
“Waktu saya dilantik PAD Kota Bogor mungkin sekitar Rp 400 miliar, sekarang PAD Kota Bogor sudah mencapai Rp 1,1 triliun. Jadi di Bogor tidak ada hubungannya antara melarang merokok dan iklan rokok dengan Pendapatan Asli Daerah,” katanya.
Ia menambahkan, Kota Bogor juga membuka konsultasi publik bagi warga yang ingin berhenti merokok. Ada mobil curhat yang berkeliling di Kota Bogor untuk melayani warga yang kesulitan berhenti merokok.
Pihaknya pun menggencarkan kampanye mengurangi rokok di kalangan anak dan pelajar, karena berdasarkan riset semakin muda kita merokok maka akan semakin sulit berhentinya.
“Penting untuk mengkampanyekan bahaya merokok sedini mungkin. Kami melibatkan pelajar dan anak-anak muda melakukan kampanye sekreatif mungkin. Menggelar kompetisi mural ilustrasi bahaya merokok dan lainnya,” katanya.(Ian Lukito).
Komentar