INILAHONLINE.COM, SEMARANG
Gabungan Pengusaha (GP) Jamu mengusulkan kepada pemerintah agar industri jamu pengawasannya bisa di bawah Kementerian Perindustrian (Kemenperind), meski saat ini masih dibawah Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Ketua Dewan Pembina GP Jamu, DR Charles Saerang mengatakan, semenjak dibawah pengawasan Kemenkes industri jamu mengalami stagnan. Bahkan industri jamu di tanah air disamakan dengan industri farmasi yang sangat ketat pengawasannya.
”Selama ini kalangan idnsutri jamu mengalami kesulitan, dalam memperoleh bahan baku akibat regulasi yang sangat ketat,”paparnya di Semarang, Selasa (3/9/2019)
Menurutnya, industri jamu tidak semata-mata pengobatan tradisional, melainkan kecantikan, spa, kosmetik, budaya dan pariwisata.
“Dengan demikian, industri jamu sebaiknya berada di bawah pembinaan dan pengawasan Kementerian Perindustrian,” ujarnya.
Dia menjelaskan, dengan berada di bawah pengawasan Kementerian Perindustrian, industri jamu dapat dicantumkan sebagai industri berbasis argo yang menjadi perioritas.
”Melihat pengesahan RUU Kesehatan hanya akan menambah kesuraman industri jamu di Indonesia. Apalagi jika industri jamu masih di bawah Kementrian Kesehatan,”paparnya.
Pengesahan RUU kesehatan, menurutnya, hanya akan mematikan industri jamu perlahan lahan. Betapa tidak, jika RUU tersebut dijalankan semua yang tidak sesuai bakal diancam hukum pidana. Misalnya, kalau campuran bahannya melebihi dari yang dicantumkan.
”Contoh, komposisi beras kencur dikemasan tercantum enam gram, tapi sebenarnya tujuh gram, itu akan terkena pasal pidana,”katanya..
Selama ini, lanjutnya, regulasi regulasi yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan, justru menghambat perkembangan industri jamu. Berbagai kesulitan itu yang membuat industri jamu stagnan. Bahkan dari aktivitas sebanyak 1.200 pabrik jamu hingga saat ini hanya mampu bertahan hanya 800 pabrik.
“Jamu kan bukan obat. Ini adalah minuman tradisional yang perlu dikembangkan industrinya. Kalau hanya regulasi yang dikedepankan, pengusaha jamu akan kesulitan untuk mengembangkan usaha,” tuturnya.
Selain itu, menurutnya, industri jamu produk impor yang kini mulai mengincar pasar dalam negeri harus dapat diperketat, sehingga industri jamu di tanah air bisa lebih berkembang dengan baik.
“Dengan kondisi itu, GP Jamu akan mengusulkan kepada pemerintah agar industri jamu pengawasannya bisa dibawah Kementerian Industri yang diharapkan semakin cepat mendorong pertumbuhan dan mampu meningkatkan daya saing produk jamu di pasar ekspor,” tuturnya.
Charles menambahkan, obat herbal tradisional Indonesia masih menjadi primadona bagi sebagian masyarakat, selain untuk kesehatan juga kebugaran, hingga diharapkan dapat mendorong produksi industri jamu di berbagai daerah terus meningkat.
Indonesia sejak dulu dikenal memiliki jamu yang sudah turun-temurun dikonsumsi masyarakat untuk penyembuhan suatu penyakit. Bahkan tanaman obat alami juga tumbuh ribuan jenis di negeri ini
”Jadi industri jamu memiliki kontribusi besar bagi negara, sehingga industri jamu merupakan aset yang perlu mendapat perhatian,”tutur Charles.
Sedangkan kendala yang banyak dihadapi dalam industri herbal adalah ketersediaan bahan baku yang dipasok dari petani. Produksi jamu herbal ini membutuhkan lebih dari 120 jenis tanaman obat, seperti kunyit, jahe, temulawak, lengkuas, kapulaga dan kencur.
”Dengan demikian aktivitas produksi sejumlah industri jamu skala besar, masih terus terkendala kekurangan pasokan bahan baku, akibat kurang optimalnya petani membudiyakan tanaman obat, terutama jenis jahe.”katanya.
(Suparman)
Komentar