INILAHONLINE.COM, JAKARTA -Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Republik Indonesia meminta kepada daerah yang dilalui wisatawan kapal diharapkan lebih aktif untuk memanfaatkan kedatangan wisatawan mancanegara dengan membebaskan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Hal itu disampaikan Asisten Deputi Industri dan Regulasi Kemenpar Guntur Sakti dihadapan para peserta Rakernas III Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) dengan thema “Indonesia Optimis Menghadapi Revolusi Digital”, di Hotel Sari Pacific Jakarta, Kamis (26/7/2018).
“PPnBM ternyata hanya menghasilkan Rp 3 miliar. Karena itu Pak Menpar ingin membebaskan (pajak), sehingga hasilnya dari kedatangan pariwisata dengan kapal yacht kedepan bisa mencapai Rp 3,6 triliun. Bagaimana orang yang ingin menyelam, tapi kena pajak,” ujar Guntur.
Hadir mewakili Menteri Pariwisata RI dalam Rakernas SMSI III tersebut, Asisten Deputi Industri dan Regulasi Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Guntur Sakti, mengatakan, Kemenpar meminta para daerah yang dilalui wisatawan kapal lebih aktif memanfaatkan kedatangan wisatawan mancanegara dengan membebaskan pajak Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).
Perlu diketahui, berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
“Bagaimana orang yang ingin menyelam, tapi kena pajak? Sebelumnya Kemenpar juga telah mengeluarkan bebas visa untuk para wisatawan mancanegara,” tutur Guntur.
Sementara itu, Direktur Indonesia News Media Watch, Agus Sudibyo, memaparkan tentang dampak pemberitaan Gunung Agung yang meletus di Bali, beberapa waktu lalu. Dengan pemberitaan yang masif, telah menimbulkan kekacauan dalam berbagai aspek, terutama mengguncang bidang pariwisata.
“Pelaku pariwisata mengeluhkan tentang pembatalan kunjungan turis yang merosot akibat pemberitaan media massa dan media sosial terkait Gunung Agung tersebut,” ujar Agus.
Menurut Agus, penyebaran foto-foto meletusnya Gunung Agung hingga menyebar ke seluruh dunia, telah berdampak negatif terhadap industri pariwisata Indonesia dan yang mengambil keuntungan adalah negara tetangga kita.
“Tidak ada yang salah dalam pemberitaan itu, tapi dampaknya begitu terasa,” kata Agus yang juga Ketua Dewan Pakar SMSI Pusat tersebut.
Agus juga mengungkapkan, bahwa kebebasan pers di Indonesia jauh berbeda dengan negara lain. Pers di Thailand, memiliki SOP (Standar Operation Procedure), bila ada kejadian bencana alam dan terorisme, hanya memberitakan maksimal dua hari saja, setelah itu mereka akan berpikir panjang untuk memberitakan lagi. Karena, mereka khawatir akan dampak buruk terhadap pariwisata mereka.
“Kebebasan pers dunia global ada konsekuensinya. Berbeda dengan negara lain yang persnya tidak terlalu bebas dalam pemberitaan,” ucap Agus.
Agus menambahkan, di Jepang, ketika tsunami menimpa negara tersebut. Media Jepang juga memiliki SOP, dimana mereka tidak memberitakan secara besar-besaran mayat bergelimpangan dan kesedihan yang berlarut. Media disana, kata Agus, hanya memberitakan tentang semangat untuk bangkit kembali dalam bencana tsunami itu.
“Bagaimana aurat kita terbuka secara lebar, sementara kita sendiri tidak dapat melihat secara bebas pemberitaan negara lain,” kata Agus.
Seminar juga menampilkan pembicara, Direktur Digital Strategic Portopolio PT Telkom, David Bangun dengan dipandu moderator, Untung Kurniadi dari SMSI. (Piya Hadi)
Komentar