INILAHONLINE.COM, SEMARANG – Pengamat politik dan pemerintahan Universitas Diponegoro Semarang Yuwanto, PhD menilai, realitas pilkada sering menunjukkan kepribadian wajah ganda serta menampilkan dua wajah yang dipertaruhkan para bandar.
“Dua wajah itu ada yang menunjukkan wajah penuh harapan, di bagian lain terdapat sisi gelap dan masih ada model calon sponsor,” tuturnya dalam diskusi ”Pilkada Bebas Sara”yang diselenggarakan oleh Institut Komunikasi Nasional (IKN) bekerja sama dengan Universitas Muhammadiyah Semarang (UNIMUS), Kamis (24/5).
Menurut dia, dalam sisi gelap pilkada diibaratkan sebagai pasar taruhan yang ditandai dengan pemunculan kandidat yang bersifat bayangan dan menguntungkan diri sendiri.
“Model calon bersponsor samacam ini akan menghasilkan pemimpin yang kleptokrasi, pemimpin yang dikuasai para bandar atau cukong,” ujarnya.
Pilkada, menurut dia, merupakan tescash demokrasi di Indonesia untuk dirawat, apalagi pilkada ini merupakan wujud demokrasi apakah sudah benar sesuai arahnya atau belum.
”Jadi pilkada ini sebagai tujuan terhadap kepentingan publik, tetapi pemilih yang mempunyai hak mandat secara penuh,”tuturnya.
Meski demikian, lanjutnya, pilkada yang bebas secara nation building jangan sampai dibuat menjadi state building. Hanya nation building membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu jangan sampai menjadi biang kerok yang disebabkan oleh partai politik.
”Salah satu biang kerok dari kegagalan pilkada adalah partai politik. Oleh karena itu, jangan oportunis serta pragmatis. Namun mindset atau paradigma terus dipakai sarat terhadap nation building yang diperjuangkan,”paparnya.
Yuwanto mengatakan, partai politik yang paling pragmatis dan oportunis sampai haus kekuasaan, akan mendorong merebaknya isu SARA dan berita hoax di berbagai media.
”Jadi sebaiknya partai politik saling menahan diri, meski setiap pemimpin akan membuat kebijakan yang bisa memicu perbedaan pendapat. Yang penting adalah kebijakan itu bisa membawa bangsa ini semakin dewasa,”tandasnya.
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, KH Tafsir berharap kondusifitas situasi provinsi Jawa Tengah menjelang pilgub bisa berjalan dengan baik, jangan sampai disebabkan oleh sikap masa bodoh masyarakat terhadap pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
”Jangan-jangan pilgub tenang bukan karena dinamis, tetapi karena masyarakatnya masa bodoh,” kata Tafsir.
Ia mengaku bersyukur, atas situasi keamanan yang kondusif selama tahapan pilkada Jateng ini. Namun, ada dua dugaan atas situasi kondusif tersebut, yakni dinamis atau permisif?
”Kita tentu tidak ingin terbangun suasana tenang yang negatif.Oleh karena itu, sudah menjadi tugas ulama untuk mendorong umat berpastisipasi pada pilkada.”Jangan golput, pilih calon dengan cara yang rasional,” ujarnya.
Muhammadiyah sendiri, menurutnya, sudah menghadirkan kedua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur agar bisa dikenal oleh umat.
Sementara itu Analis Kebijakan Madya Divisi Humas Polri Kombes Pol Sulistyo Pudjo Hartono mengatakan, media sosial menjadi media yang paling banyak menyebarkan hoax atau berita bohong, dibandingkan dengan media meantream lainnya.
”Hingga saat media sosial tidak bisa disaring. Siapapun bisa membuat berita atau informasi yang menyesatkan yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi,”katanya.
Menurutnya, dilihat dari jenisnya konten yang paling banyak menyesatkan yaitu berupa tulisan 62,1 persen, gambar 37,5 persen dan video 0,4 persen.
”Dari beberapa jenis media massa yang berpotensi menyebarkan hoax, dan paling kecil uaitu radio,email, cetak disusul tertinggi televisi,”ujarnya.
Diskusi yang menampilkan pembicara lainnya adalah anggota tim Satgas Nusantara Polri Kombes Sulistyo, Pimpinan Redaksi Suaramerdeka.com Setiawan Hendra Kelana, Pimred Tribun Jateng Cecep Burdansyah, Kepala Biro Kompas TV Jateng Andi Dewanto.
Acara yang menghasilkan butir pernyataan sikap Pilkada Bebas Sara ini, ditanda tangani oleh para pembicara serta elemen masyarakat yang lain. (Suparman)
Komentar