INILAHONLINE.COM, BOGOR
Denyut Millennials Kill kian hari kian menunjukkan taringnya sebagai pembunuh berdarah dingin yang merontokkan banyak sektor kehidupan dari perdagangan barang dan jasa hingga fasilitas publik. Kebutuhan generasi Y, terutama yang berusia 18-30 tahun beralih ke sektor pariwisata dan layanan yang humanis dan berempati. Ini cermin generasi di era revolusi industri 4.0 yang puncaknya terjadi pada 2050.
“Sebagai generasi Y, kami harus menuntaskan pemahaman seputar Manajemen Media Massa, setidaknya turutserta merajut pengalaman mengelola media massa, baik praktik jurnalistik maupun menghadapi aura kompetisi media online yang begitu ketat,” ungkap Erna, dibenarkan Maulida dan Farrah, Mahasiswi Semester 4 Komunisasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Agama Islam, Universitas Ibnu Khaldun Bogor ketika dikonfirmasi, Selasa (2/7/2019).
Selepas mengikuti perkuliahan Manajemen Media Massa, mereka berusaha keras dan cerdas berkiprah di masyarakat pada era millennials, dengan mewarnai perubahan perilaku dan preferensi yang dilandasi syar’ie berakhlakul karimah.
Meski disadari Millennials Kill, kini telah banyak membunuh supermarket, di antaranya Giant yang menutup banyak gerainya, lantaran kaum millennials tak suka belanja barang, tapi perilakunya berubah mencari pengalaman (experience) di sektor pariwisata. Demikian pula dengan sektor-sektor lain yang bakal digilas perubahan perilaku dan preferensi generasi saat ini.
Maulida menandaskan, ciri-ciri millennials yang tak sempat diantisipasi usahawan sehingga terpaksa menutup geramnya itu, di antaranya gampang bosan terhadap barang/produk yang dibeli. Selain itu, no gadget no life. Generasi zaman now suka belanja via online, gerak cepat terhadap produk baru dan berselancar di dunia maya. Mereka lebih suka memilih pengalaman daripada aset. Suka yang serba cepat dan instan. “Hobinya bayar noncash.”
Di sisi lain, lanjut Farrah, mereka kritis terhadap fenomena sosial. Ini tak heran, karena generasi millennials lewat ponsel pintarnya, mereka dihujani banyak informasi dari seluruh dunia. Lewat media sosial, tak ayal mereka juga kian kritis beropini menanggapi berbagai isu yang jadi buah bibir di dunia maya. “Dikit-dikit posting, dan mereka anggap sharing is cool. Meski suka berbeda dengan yang lain. Yang penting I’m Fine,” tandas Erna.
Selama menuntaskan mata kuliah Manajemen Media Massa asuhan Mochamad Ircham, Erna yang lahir di Sukabumi, tapi dibesarkan di Bandung itu juga memperoleh gambaran tentang Society 5.0 yang dihelat oleh Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe agar generasi millennialsnya mampu menghadapi revolusi industri 4.0 pada puncaknya, 2050.
“Sebagai muslim, kami juga telah diajarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW, di antaranya lewat tauladan FAS (Fathonah, Amanah, Shiddiq). Juga silaturahim, berkolaborasi, memahami emosi sesama, mengambil keputusan di saat tenang, tidak saat marah, dan senantiasa berorientasi melayani, bukan minta dilayani,” tuturnya.
(Cheyne Amandha Miranda)
Komentar