
INILAHONLINE.COM, BOGOR
Membuka minda (mind-set) sekaligus menyadarkan pengusaha mikro dari pandangan berdagang menjadi berbisnis ternyata jadi tangga pertama menuju keberlanjutan usaha yang banyak berkembang di berbagai daerah di Tanah Air tercinta. Selain eksis, dengan berbisnis sang pengusaha mikro itu bisa berkembang menjadi kelas menengah, bahkan makro, setidaknya dia asyik mengendalikan syahwatnya dari keserakahan yang kerap jadi jebakan Batman. “Seolah untung, nggak tahunya buntung,” ungkap Noveri Maulana, Dosen sekaligus Konsultan PPM School of Management di Kluwih Sunda Authentic Kota Bogor, Minggu (27/1/2019).
Maulana bersama rekan mahasiswa PPM hadir di resto Jalan Bina Marga 12 Baranangsiang itu dalam rangka penutupan Program Kewirausahaan Yayasan Diffable Action Indonesia (YDAI) besutan Teguh Prasetyanto-Isna dan pelaku usaha mikro, seperti Nelita Fatma, Budi Santosa, Ati Nurhayati, Tita Nurul, Eka, Dede, Rifa dan Leni. Sebelumnya, secara bertahap mereka ditempa manajemen bisnis oleh para mahasiswa PPM Jakarta.

Menurut Maulana, ketika memulai berdagang, pelaku usaha memang telah mampu menghasilkan produk yang laku, karena ada pangsa pasarnya, seperti Bros Najwa. Tapi, pesaingnya juga banyak. Bila tak diperhitungkan segi bisnisnya, bagaimana packaging, distribusi, curuk pasar, manajemen risiko, dan strategi lainnya, usaha berdagang itu takkan bertahan lama.
Ia menyontohkan pebisnis Bubur Ayam yang sudah menerapkan manajemen. Meskipun masih ada peluang laku, setelah Bubur Ayamnya habis terjual, dia tak tergiur alias mampu mengendalikan syahwatnya dari keserakahan yang bisa menggelincirkan usahanya. “Sekalipun mau nambah lima mangkuk Bubur Ayam, dia tak lakukan. Saat sudah habis, ya sudah. Tutup. Hati-hati dengan jebakan semacam itu,” tandas Maulana.

Berbeda dengan pengembangan usaha yang memang harus ditempuh. Bila perlu, pebisnis itu harus jeli mencari mitra usaha demi pengembangan usahanya. Mitra usaha yang dijadikan partner itu mesti yang punya nama baik, memiliki jejaring usaha luas, dan dapat memasuki pasar baru yang sebelumnya belum tersentuh.
Di samping itu, lanjut Maulana, dalam berbisnis pelakunya jangan hanya memikirkan produk pertamanya, seperti Ojek. Tapi, bagaimana pelaku bisnis Gojek itu mengendalikan dan memanfaatkan turunan bisnisnya, seperti mampu mendapatkan data akurat dan cepat dari jejaring usahanya tentang jalan buntu, berlubang, atau lainnya. Langkah ini bisa lebih cepat diperoleh Tim Gojek ketimbang Dinas Perhubungan atau lembaga lain.

Demikian pula dengan pebisnis informasi semacam Google, Facebook, dan Finansial berbasis teknologi yang dikembangkan Alibaba, dan Grup Dana, mereka kadang menggratiskan produk unggulannya yang sangat dibutuhkan pelanggan, tapi di sisi lain mereka mampu menangguk keuntungan dari turunan produk bisnis informasi berbasis teknologi itu.
“Saat ini juga dialami pengelola televisi dan Media Cetak di Tanah Air. Kalau dulu blocking spacenya puluhan juta dan cash di depan, sekarang bisa ditawar, bahkan nilainya turun drastis. Ini bagian strategi bisnis yang mesti diperhitungkan di masa kini, Dan ingat jangan cuma berdagang, tapi mari kita berbisnis,” tegas Maulana.
(Mochamad Ircham)
Komentar