Jangan Asal Gerebek !, Prostitusi Online LGBT Marak di Kota Bogor

InilahOnline.com (Kota Bogor) – Meski diakui prostitusi online kaum LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) marak di kos-kosan dan hotel di Kota Bogor, langkah komprehensif mengubah perilaku berisiko lebih diutamakan ketimbang menggerebek kantung-kantung berpotensi menyebarkan virus membahayakan, seperti HIV/AIDS.

“Di samping terus membuat Dampingan Sebaya bagi kaum berisiko itu, dan menanggulangi dampaknya berupa HIV/AIDS, kami berusaha menyediakan solusi komprehensif bagi kaum LGBT. Jika cuma gerebek, tapi tak menyediakan solusi tepat, ya terus akan kucing-kucingan,” ungkap Ketua Sekretariat Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Kota Bogor, Iwan Suryawan terkait prostitusi online LGBT, Kamis (25/1/2018).

Prostitusi LGBT terbongkar, setelah Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto merazia kos-kosan yang dicurigai jadi sarang prostitusi di Kota Bogor akhir desember tahun lalu. Walikota Bogor bersama Dinas Sosial dan Satpol PP Kota Bogor melakukan razia di sejumlah tempat kos. Dalam razia tersebut, sebanyak 14 orang terjaring, meliputi dua waria, 8 wanita muda, dan 4 laki-laki yang diduga pelanggan prostitusi online.

Menurut Bima, penggerebekan dilakukan, setelah mendapat laporan terkait adanya kos-kosan di Kota Bogor yang dijadikan sarang prostitusi online. Bima lantas membentuk tim investigasi untuk menelusuri informasi tersebut. Selanjutnya, Bima melakukan penggerebekan. “Kami melakukan investigasi. Banyak indikasi kos-kosan dijadikan tempat prostitusi terselubung, menawarkan jasanya lewat online,” ujarnya. Hal itu kembali disorot ketika Musrenbang di Kecamatan Bogor Barat, kemarin.

Menurut Iwan, solusi komprehensif penanganan LGBT itu mesti dilakukan bersama Dinsos dan Satpol PP, serta instansi terkait lainnya. “Juga orangtua, terutama seputar bahaya HIV/AIDS dan praktik prostitusi online. Kami juga melakukan sosialisasi penanganan LGBT, jangan-jangan juga ada di kalangan keluarga kita sendiri,” paparnya.

Ia menyatakan bahwa seperti Gang Dolly Surabaya, ketika hanya digerebek, dan akhirnya ditutup, pelaku perbuatan berisiko HIV/AIDS itu bisa menyebar ke kantung-kantung keluarga. Ini yang makin bahaya dampak buruknya. “Makanya perlu solusi komprehensif, terkait kehidupan ekonomi, sosial, budaya paska penutupan tempat tersebut, sedangkan yang kami lakukan selama ini sebatas penjajagan, pemeriksaan kesehatan dan pendampingan,” tutur Iwan, kemudian menambahkan,”LGBT itu ada ya harus diakui. Apa penggerebekan itu efektif untuk mengubah perilaku mereka? Ya mesti duduk bareng.”

Dua waria (wanita pria) diamankan saat menunggu pelanggannya. Pria yang selalu berperan dan berpenampilan sebagai perempuan dalam kehidupan sehari-harinya itu berinisial MF dan Z. Saat dirazia akhir tahun lalu, waria tersebut sedang berduaan dengan seorang laki-laki, satunya lagi sedang menunggu pelanggan yang sudah membookingnya lewat online. Waria ini mengaku menjajakan diri lewat online. Ia memasang tarif Rp 600 ribu hingga Rp 1 juta untuk sekali main.

“Caranya kami hanya pasang foto di media sosial, setelah itu tulis nomor HP/WA di kolom komentar,” ungkap MF, seusai menjalani pemeriksaan di Kantor Dinas Sosial Kota Bogor. Setelah itu, lanjutnya, kalau sudah mencapai kesepakatan, baru bertemu dan langsung janjian di hotel atau kos-kosan. Setiap malam MF biasa melayani tiga hingga lima pelanggan sesama jenis dari semua kalangan. (Mochamad Ircham)

banner 521x10

Komentar