INILAHONLINE.COM, BOGOR – Revitalisasi blok F Pasar Kebon Kembang bertujuan untuk menampung para pedagang lama dan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berada di luar blok F ditempatkan dalam satu tempat yang layak. Namun hingga kini, revitalisasi blok F tak kunjung ada titik temu antara pedagang dengan pihak PD Pasar Pakuan Jaya. Malah justru yang terjadi banyak polemik antara pengembang dan para pedagang di lingkungan blok F Pasar Kebon Kembang.
Beredarnya selebaran bebarapa waktu lalu yang mengatasnamakan sebagai kawan-kawan pedagang, dalam isi selebaran tersebut para pedagang mempertanyakan kejelasan dari paguyuban blok F terkait revitalisasi blok F Pasar Kebon Kembang yang sudah lama namun tak kunjung selesai. Para Pedagang sudah mulai lelah mengikuti alur paguyuban blok F Pasar Kebon Kembang. Bahkan, mereka mempertanyakan pengumpulan materai yang diminta oleh pihak paguyuban sebanyak 20 lembar tiap kios atau pedagang akan dipergunakan sebagai apa dan menghasilkan apa nantinya?.
Kepala Unit Pasar Kebon Kembang, Iwan Arif Budiman, membenarkan bahwa ada selebaran yang mempertanyakan penggunaan materai yang diminta pada setiap kios atau pedagang sebanyak 20 lembar.
“Iya betul, staf saya di pasar kebon kembang blok f menemukan selebaran yang isinya para pedagang mempertanyakan penggunaan 20 lembar materai yang diminta dari tiap pedagang oleh paguyuban,” kata Iwan.
Terkait permintaan materai sebanyak 20 lembar dari 178 pedagang atau kios Iwan mengatakan, dirinya tidak tahu menahu tentang permintaan materai sebanyak 20 lembar yang akan digunakan oleh paguyuban. Setahu dia, Iwan lanjutkan, dari 178 pedagang yang berada di blok F Pasar Kebon Kembang yang mengikuti persidangan di pengadilan hanya 83 orang. “Artinya, ternyata hanya 50 persen saja yang pro ke paguyuban,” ungkap Iwan.
Iwan mengingatkan, bahwa para pedagang yang berada di blok F masa kontraknya sudah habis sejak tahun 2014 lalu, namun para pedagang sampai saat ini masih tetap berdagang di kios blok F Pasar Kebon Kembang. Iwan khawatir, kios yang dibangun tahun 1993 tersebut satu waktu akan ambruk akibat termakan usia. “Kalau bangunan ambruk kemudian menimpa para pedagang, maka yang disalahkan adalah pihak PD Pasar Pakuan Jaya, karena membiarkan para pedagang berjualan,” katanya.
“Kami bisa kena hukum pidana akibat lalai. Saya tidak mau itu terjadi, karena kami (PD Pasar Pakuan Jaya) disini sudah memberitahukan sebelumnya, agar para pedagang segera pindah ke tempat penampungan sementara (TPS),” kata Iwan.
Iwan berharap, para pedagang yang belum pindah ke TPS agar segera mengisi tempat yang sudah disediakan, seperti sebagian pedagang sandal yang sudah lebih dahalu menempati TPS. “Saya berharap semua para pedagang mendukung revitalisasi blok f pasar kebon kembang, sehingga revitalisasi ini bisa berjalan dengan baik nantinya,” harap Iwan.
Sementara tim pengacara paguyuban blok F Pasar Kebon Kembang, Edi Prayetno, SH membantah bahwa permintaan 20 lembar materai yang diisukan wajib bagi masing-masing kios adalah tidak benar. Dia menjelaskan, penggunaan materai hanya diperuntukkan bagi penggugat saja. Apabila penggugat mempunyai 2 atau 3 kios maka penggugat cukup menyerahkan 20 lembar materai.
“20 lembar materai itu hanya untuk si penggugat saja, bukan per kios. Artinya, apabila si penggugat punya 2 kios atau lebih, tetap hanya menyerahkan 20 lembar materai saja,” jelas Edi Prayetno pada inilahonline.com sebelum persidangan lanjutan gugatan para pedagang di Pengadilan Negeri Bogor beberapa waktu lalu.
“Materai itu digunakan sebagai tanda bukti. Setiap ada temuan bukti terkait persidangan harus dibubuhi materai,” tambah Edi Prayetno.
Di tempat yang sama, salah satu pedagang di blok F Pasar Kebon Kembang yang juga sebagai pengurus paguyuban blok F, Pendi mengatakan, permintaan para pedagang sebenarnya tidak muluk-muluk, pihaknya hanya ingin site plan yang ada sekarang ini harus ditandatangani oleh Walikota Bogor dan tempat penampungan sementara para pedagang harus layak.
“Kami berharap sidang ini cepat selesai dan hasilnya sesuai dengan yang diinginkan oleh para pedagang,” kata Pendi. (ian Lukito)
Komentar