InilahOnline.com (Kota Bogor) – Wali Kota Bogor Bima Arya menyampaikan pandangannya atas penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2016 dan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang perubahan keempat Perda Kota Bogor Nomor 15 Tahun 2004 tentang kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD Kota Bogor dalam Rapat Paripurna di Gedung DPRD Kota Bogor, Senin (17/07/2017).
Wali Kota menjelaskan, terkait mengecilnya persentase pendapatan daerah Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor Tahun 2016, menurut Wali Kota Bogor Bima Arya disebabkan adanya pengaruh kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang sangat bergantung pada situasi dan kondisi perekonomian daerah, contohnya Perusahaan Daerah Pasar Pakuan Jaya (PD PPJ) yang pada tahun 2015 melakukan revitalisasi pasar sebagai aset modal, sehingga pada tahun 2016 pendapatannya mengalami penurunan dibanding tahun 2015.
“Total penurunannya sekitar 50 persen,” kata Wali Kota.
Untuk realisasi belanja tahun 2016 yang baru mencapai 87,2 persen yang memunculkan SILPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) sekitar Rp. 267 Miliar. Menurut Bima disebabkan karena tiga faktor yaitu pertama, hasil efisiensi dari pelaksanaan kegiatan dan program dimana output-nya telah mencapai 100 persen sesuai perencanaan tetapi anggarannya masih tersisa.
“Sebagai gambaran adalah efisiensi dari proses pengadaan barang dan jasa atau lelang selama tahun 2016 seperti proses revitalisasi dari gedung rumah sakit tahap 1 dengan anggaran sebesar Rp. 61,287 miliar yang terealisasi 61,267 miliar (99,97 persen),” sebutnya.
Kedua, pelaksanaan program dan kegiatan yang output-nya tidak maksimal yang sisa penyerapannya juga tidak maksimal, untuk hal ini terjadi pada kasus Masjid Agung Kota Bogor yang merupakan bantuan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang dianggarkan Rp. 30 miliar tetapi hanya mampu terserap Rp. 9 miliar (30 persen).
“Ini menjadi evaluasi bagi semua dan dikaitkan juga dengan koordinasi kita dengan Inspektorat Provinsi Jawa Barat terkait langkah-langkah apa yang akan dilakukan untuk kelanjutan pembanguan Masjid Agung Kota Bogor,” paparnya.
Contoh lain adalah pembangunan gedung DPRD Kota Bogor tahap pertama yang pagu anggarannya mencapai Rp. 45,75 miliar dimana hanya terserap sekitar Rp. 7,524 miliar (16,45 persen).
Faktor ketiga masih kata Bima adalah teknis administrasi pencairan yang menyebabkan penagihan per 31 Desember tidak dapat ditagihkan, namun dari sisi output kegiatan sesungguhnya telah mencapai 100 persen.
“Sebagai contoh adalah pembangunan pedestrian dan jalur sepeda seputar Kebun Raya Bogor (KRB),” jelasnya.
Untuk pandangan fraksi terkait perubahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perubahan keempat atas Perda Nomor 15 Tahun 2004 tentang kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD Kota Bogor, pandangan umum fraksi menyoroti bahwa tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi tidak dapat diberikan kepada pimpinan dan anggota DPRD Kota Bogor secara bersamaan.
Dalam hal ini Bima menjelaskan, bahwa pimpinan DPRD selama ini telah menerima tunjangan perumahan karena Pemkot Bogor belum mampu menyediakan perumahan bagi para pimpinan DPRD Kota Bogor, namun pimpinan DPRD Kota Bogor selama ini telah mendapatkan fasilitas berupa kendaraan dinas jabatan, ungkapnya.
Berdasarkan rumus ketentuan yang terdapat dalam Raperda tersebut, khususnya ketentuan yang tercantum dalam pasal 24 memiliki maksud apabila pimpinan telah mendapatkan fasilitas kendaraan dinas jabatan seperti yang sudah berlangsung selama ini maka yang bersangkutan tidak lagi mendapat tunjangan transportasi.
Sedangkan terkait usulan agar diberikan peluang bagi anggota dewan untuk memperkerjakan tenaga non PNS yang honorariumnya diatur walikota (tenaga ahli fraksi), tenaga non PNS yang dimaksud dalam pasal 28 dalam Raperda adalah tenaga ahli fraksi yang keberadaanya telah diatur dengan menerima kompensasi dengan memperhatikan standar keahlian, prinsip efisiensi dan sesuai dengan kemampuan dari keuangan daerah.
“Tenaga ahli yang dimaksud cukup ditetapkan dengan sekretaris DPRD, hal ini sudah diatur dalam pasal 30 dalam Raperda,” ujarnya.
Disamping itu, fraksi juga mendorong Pemerintah Kota Bogor untuk menerbitkan Peraturan Wali Kota (Perwali) sebagai dasar hukum dari pelaksanaan ketentuan-ketentuan dari perda yang dimaksud.
“Secara teknis setiap ketentuan dari Peraturan Daerah (Perda) Insya Allah akan segera diikuti dengan diterbitkannya Perwali yang akan mengatur dari seluruh ketentuan ini. Untuk itu akan segera disusun Perwali-nya, sehingga ketentuan yang ada tidak mengalami hambatan dalam pelaksanaanya,” urainya.
Sebelumnya, diawal salah satu anggota DPRD Kota Bogor Dodi Setiawan dalam pembacaan pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Kota Bogor menyebutkan SILPA tahun 2016 masih terlalu tinggi, namun SILPA yang muncul sulit diprediksi untuk termanfaatkan secara maksimal.
Sementara itu, untuk Raperda Kota Bogor tentang perubahan keempat Perda Kota Bogor Nomor 15 Tahun 2004 tentang kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD Kota Bogor, apresiasi dan terima kasih disampaikan DPRD Kota Bogor.(Piya Hadi)
Komentar