INILAHONLINE.COM, BOGOR – Rapat Paripurna terkait Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2017 digelar, Senin (06/08/2018) di ruang Rapat Paripurna, Gedung DPRD Kota Bogor, Jalan Kapten Muslihat, Kota Bogor.
Dalam Rapat Paripurna tersebut, Wali Kota Bogor Bima Arya menyampaikan pandangan akhirnya terhadap catatan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Bogor.
Dalam catatan Banggar tertulis saran agar Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor lebih memperbaiki kinerja pembelian tanah. Hal itu karena pada 2017 rencana pembelian tanah hanya terealisasi 27,83 persen. Selain itu, Pemkot Bogor juga diminta lebih cermat dalam menyusun perencanaan anggaran disebabkan masih besarnya SILPA (Sisa lebih perhitungan anggaran) 2017 yang mencapai Rp 330 miliar.
Wali Kota Bogor Bima Arya mengakui proses pembelian tanah (lahan) masih perlu diperbaiki, terutama pada saat penyusunan anggaran pembelian tanah yang memang harus ada perkiraan anggaran dengan harga pasar yang aktual. Selama ini kerap terjadi pembelian lahan batal dilakukan, karena tidak ada kesepakatan harga dengan pemilik, karena nilai appraisal tidak sesuai dengan harga yang ditetapkan pemilik.
“Anggaran pembelian tanah yang tidak terserap pada tahun 2017 yakni Pengadaan tanah untuk peningkatan jalan dan jembatan. Serta Pengadaan tanah untuk pembangunan saluran/situ/kolam retensi,” ujarnya.
Sedangkan untuk mengatasi kecenderungan besarnya SILPA, lanjut Bima, di dalam pengelolaan APBD tahun ini hingga tahun-tahun mendatang dan untuk memelihara kinerja pengelolaan keuangan yang sudah mencapai opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Pemkot Bogor terus berupaya memperbaiki tata kelola keuangan daerah dengan tiga langkah.
Langkah pertama, yakni dengan memanfaatkan secara optimal Sistem Informasi Manajemen Anggaran dan Pelaporan (SIMRAL) untuk mengganti sistem informasi yang sebelumnya dipergunakan, yaitu Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIMDA). Penggunaan SIMRAL merupakan respon terhadap rekomendasi yang diberikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan tujuan lebih mengefektifkan pengelolaan anggaran yang terintegrasi, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pertanggungjawaban dan pelaporan.
Sekaligus menjadi tindakan merealisasikan komitmen kerjasama Pemkot Bogor dengan KPK demi pencegahan, menekan tindak korupsi ataupun penyalahgunaan anggaran di lingkungan kerja Pemkot Bogor.
“Optimalisasi SIMRAL terus dilakukan sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Saat ini bendahara pengeluaran di seluruh unit kerja juga dituntut sudah wajib terampil di dalam mempergunakan SIMRAL,” terangnya.
Langkah yang kedua, menurut Bima dengan mengelola hibah/bansos secara lebih terintegrasi dengan mengembangkan dan memanfaatkan Sistem Administrasi Hibah Bansos (Sahabat). Jumlah Hibah pada 2017 mencapai Rp 81 miliar dan naik menjadi Rp 108 miliar pada 2018. Kenaikan tersebut akibat adanya kebutuhan memenuhi pemberian dukungan dana terhadap penyelenggaraan Pilkada 2018. Diantaranya untuk mendukung kebutuhan anggaran pengamanan proses Pilkada, maupun untuk mendukung pelaksanaan tugas KPU.
“Sementara jumlah Bansos 2017 mencapai Rp 31 miliar dan 2018 turun menjadi Rp 30 miliar. Dana Bansos 2017 digunakan untuk program bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) sebesar Rp 23 miliar dan untuk program Beasiswa Masyarakat Miskin sebesar Rp 7,8 miliar,” imbuhnya.
Langkah terakhir atau ketiga yang juga tak kalah penting, tambah Bima, yakni penerapan Sistem
Non Tunai untuk seluruh transaksi di lingkungan Pemkot Bogor terhitung sejak Januari 2018. Sampai saat ini, besaran transaksi yang masih menggunakan sistem pembayaran tunai, hanya untuk pembayaran di bawah Rp 1 juta.
“Direncanakan apabila sarana dan prasarana pendukung sistem non tunai sudah lebih baik, termasuk sistem yang dikembangkan oleh bank BJB selaku bank mitra kerjasama, maka seluruh transaksi sebesar apapun harus menggunakan sistem non tunai,” katanya. (Agha Dwi)
Komentar