INILAHONLINE.COM, BOGOR – Walikota Kota Bogor Bima Arya menetapkan Alun-alun Kota Bogor mejadi kawasan bebas rokok pada peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia dan Smoke-Free Picnic (Piknik Tanpa Rokok), Selasa (31/5/2022)
“Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan dalam penerapan Peraturan Daerah Kota Bogor nomor 10 Tahun 2018 yang merupakan Perubahan Perda nomor 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).,” kata Bima Arya
Wali Kota Bogor mengatakan, piknik tanpa rokok ini juga merupakan bagian dari kampanye #TeuHayangRokok yang secara konsisten dilakukan oleh Pemkot Bogor bersama berbagai komunitas masyarakat sejak tahun 2017.
“Untuk kegiatan kali ini Pemkot Bogor meluncurkan NongkrongSehatBogor.com, sebuah direktori yang berisi daftar restoran bebas rokok yang diharapkan dapat membantu wisatawan yang mencari lokasi wisata kuliner termasuk restoran, kafe, dan tempat makan dengan lingkungan yang sehat di Kota Bogor,” ungkapnya.
Menurutnya, direktori ini lanjutnya, juga berfungsi sebagai sarana pemantauan dengan melibatkan masyarakat dalam pengawasan pelaksanaan KTR, di restoran ini nantinya akan disinergikan dengan aplikasi andalan Kota Bogor, Si Badra.
“Sejak tahun 2009, Kota Bogor telah menjadi mencatatkan sejarah dalam pengendalian tembakau di Indonesia,” jelas Bima Arya.
Selain menjadi salah satu kota pertama yang memiliki Perda KTR, Bogor juga tercatat sebagai kota melarang adanya kegiatan promosi, iklan, dan sponsor rokok di berbagai media, termasuk billboard maupun videotron yang tersebar di penjuru kota.
“Pada Hari Tanpa Tembakau tahun ini, kami juga mencatat sejarah lainnya dengan menandatangani kesepakatan bersama dengan PHRI cabang Kota Bogor untuk penerapan KTR di restoran. Kesepakatan restoran tanpa rokok merupakan bentuk perwujudan visi Kota Bogor yang menjadikan kota ini sebagai Kota Keluarga,” tuturnya.
Lebih lanjut Bima menjelaskan, KTR di restoran tentunya akan menarik orang untuk datang tanpa khawatir akan gangguan dari asap rokok, khususnya yang membawa keluarga tidak perlu takut lagi terpapar asap rokok. Selain dari sisi pelaku usaha, keterlibatan masyarakat juga sangat diperlukan demi menyukseskan KTR di berbagai area, termasuk di restoran.
“Jangan segan-segan melaporkan jika ada pelanggaran KTR seperti tempat makan atau yang lainnya melalui kanal-kanal resmi yang tersedia seperti NongkrongSehatBogor.com ini. Selain melaporkan, masyarakat juga dapat mengusulkan tempat makan atau restoran yang layak masuk dalam direktori ini karena sudah memenuhi standar KTR,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor, dr. Sri Nowo Retno memaparkan, melalui berbagai survei, pihaknya menemukan dukungan yang kuat dari masyarakat Kota Bogor terhadap Perda KTR, bahkan ditemukan penurunan jumlah perokok di area KTR. Namun, masyarakat menemukan masih banyak orang merokok di restoran dan tempat makan.
“Berdasarkan hasil pantauan berkala yang dilakukan Dinkes, 77% masyarakat masih menemukan perokok di dalam tempat makan atau restoran. Komitmen dan kolaborasi antara Pemkot dan PHRI dan ini diharapkan tidak hanya menaikkan tingkat kepatuhan KTR di restoran dan tempat makan tapi juga dalam jangka panjang dapat membantu menurunkan prevalensi perokok Kota Bogor yang masih lebih dari 44,5 % atau sekitar 446.325 jiwa,” tutur Retno.
Retno memaparkan, ketegasan Pemkot Bogor dalam menegakkan Perda KTR serta adanya direktori restoran bebas rokok juga disambut baik oleh Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia Cabang Bogor. Komitmen bersama ini Untuk menutup kegiatan Smoke-Free Picnic yang berlangsung di Alun-alun Kota Bogor, Wali Kota Bogor Bima Arya juga meresmikan plang tanda KTR pertama di lokasi acara yang juga merupakan area tempat bersejarah dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia di Kota Bogor ini.
“Dukung kegiatan dan kampanye yang dilakukan oleh Kota Bogor ini di media sosial dengan tagar #TeuHayangRokok dan #BurnedByTobacco. Diketahui dampak buruk rokok di Indonesia Penelitian membuktikan bahwa pria Indonesia mulai merokok di usia yang sangat muda,” ungkapnya.
Menurut Retno, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2018 memperlihatkan kenaikan prevalensi perokok remaja di Indonesia, berusia antara 10 dan 18 tahun, dari 7,2 persen di tahun 2013 menjadi 9,1 persen di tahun 2018.
“Terkait dengan hal tersebut, survey Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) juga menemukan fakta bahwa 52% remaja usia 13-15 tahun terpapar asap rokok karena tinggal seatap dengan ayah perokok,” pungkasnya. (Kristian Budi Lukito)
Komentar