INILAHONLINE.COM, DENPASAR-BALI
I Gede Ari Astina alias Jerinx yang menjadi terdakwa dalam kasus ujaran kebencian terhadap Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis (19/11/2020) divonis hukuman 14 bulan atau 1 tahun 2 bulan penjara.
Majelis hakim pimpinan Ida Ayu Nyoman Adnyadewi dalam amar putusannya menyatakan terdakwa I Gede Ari Astina alias Jerinx terbukti bersalah melakukan tidak pidana sebagaimana dimaksud dalam dakwaan alternatif pertama jaksa.
Yaitu melanggar Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 54A ayat (2) UU RI No.19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dilansir dari beritabalionline.com anggota grup siberindo.co, majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) yang dilakukan secara berlanjut.
Sebelum sampai pada putusan pidana, majelis hakim terlebih dahulu mengurai beberapa alasan maupun pertimbangan dalam mengambil keputusan diantaranya adalah soal kapasitas ahli bahasa Wahyu Adi Wibowo yang dihadirkan oleh jaksa dan sempat dipertanyakan oleh kuasa hukum terdakwa.
Dimana pada sidang sebelumnya, tim kuasa hukum Jerinx mempertanyakan latar belakang ahli bahasa yang notabene adalah tamatan sastra Inggris.
Namun menurut majelis hakim, ahli bahasa yang dihadirkan oleh jaksa dianggap sangat layak karena memilik latar belakang bahasa, baik secara formal akademis maupun berbagai diklat teknis kebahasaan Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Curriculum Vitae (CV) yang bersangkutan.
“Dengan latar belakang yang dimiliki oleh ahli Wahyu Adi Wibowo yang dijelaskan di depan persidangan maka majelis berpendapat bahwa pendapatnya dapat didengarkan di depan persidangan sebagai ahli bahasa,” tegas hakim.
Sebaliknya, terhadap keterangan saksi yang dihadirkan oleh tim kuasa hukum terdakwa yang diantaranya ada yang menyebut bahwa terdakwa sering melakukan kegiatan sosial bahkan pernah memberikan semangat kepada tenaga kesehatan yang bertugas di Wisma Atlet, hakim berpendapat itu bukanlah alasan penebar untuk terdakwa melakukan tindak pidana ini.
Namun apa yang dilakukan terdakwa tersebut menurut hakim adalah merupakan kegiatan sosial yang dipandang sebagai hal-hal yang meringankan terdakwa dalam perkara ini.
Sementara terkait beberapa postingan terdakwa yang menyebut “IDI Kacung WHO”, “saya tidak akan berhenti menyerang IDI “ dianggap saling berkaitan sehingga majelis hakim berpendapat bahwa itu merupakan suatu perbuatan yang berlanjut.
Majelis hakim juga mengungkap makna atau arti dari kebebasan berekspresi. Majelis menjelaskan bahwa, dalam menjalankan kebebasannya setiap orang wajib tunduk pada pembatasan dan yang ditetapkan dalam UU.
Majelis juga mengatakan bahwa, dalam perkara ini terdakwa mengerti dan menyadari dampak dari postingan-postingannya. Dimana terdakwa yang berlatar belakang sebagai publik figur tentu saja memiliki penggemar cukup banyak yang tersebar di seluruh Indonesia.
Oleh katena itu apa yang di posting terdakwa tentu saja memiliki pengaruh dan direspons oleh orang banyak dan hal itu terbukti bahwa postingan terdakwa menghasilkan komentar pro dan kontra serta rasa kebencian atau permusuhan antara kelompok yang berbeda.
Majelis hakim dalam amar putusannya juga menyatakan bahwa, permohonan penasehat hukum terdakwa yang memohon agar terdakwa dibebaskan dari hukuman tidaklah berdasar sehingga harus dikesampingkan.
Majelis dalam amar putusannya menyebut, walaupun terdakwa dinyatakan terbukti bersalah dan harus dijatuhi hukuman, namun majelis hakim berpendapat bahwa tuntutan hukuman 3 tahun penjara yang dimohonkan jaksa sangat berat dan tidak sepadan dengan kesalahan terdakwa.
Dengan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan, diantaranya. Yang memberatkan perbuatan terdakwa membuat rasa tidak nyaman terhadap para dokter yang sedang gencar-gencarnya berjuang menangani Covid-19.
Terdakwa sempat meninggalkan ruang sidang sebagai protes terhadap persidangan yang digelar secara online, dimana tindakan seperti menurut majelis hakim semestinya tidak dilakukan karena mencederai kewibawaan pengadilan.
Sedangkan hal-hal yang meringankan adalah, terdakwa sering melakukan kegiatan sosial kemanusiaan dengan membantu keluarga yang tidak mampu dalam masa pandemi Covid-19 hingga saat ini.
Terdakwa sebagai tulang punggung keluarga, terdakwa sudah meminta maaf kepada IDI bahkan terdakwa berkeinginan memenuhi ajakan ketua IDI pusat yang baru untuk berkolaborasi dalam upaya penanganan Covid-19 .
Atas pertimbangan kedua hal tersebut, majelis hakim akhirnya menyatakan tidak sependapat dengan lamanya hukuman yang dimohonkan JPU.”Menyatakan terdakwa terbukti bersalah dan menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 2 bulan,” tegas hakim dalam amar putusannya.
Dalam amar putusannya majelis hakim juga menghukum agar terdakwa membawa denda Rp10 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan hukuman kurungan selama 1 bulan. Atas putusan ini, baik Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun terdakwa masih menyatakan pikir-pikir.
“Kami pikir-pikir yang mulia,” kata Jerinx.
Komentar