INILAHONLINE.COM, SEMARANG – Kisruh soal pemberhentian Direksi PDAM Tirta Moedal Kota Semarang berlanjut. Kebijakan Walikota Agustina Wilujeng, yang dinilai sepihak pun, menuai kontroversi.
Pasalnya, kebijakan Walikota yang mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 500/947 Tahun 2025 dan Nomor 500/948 Tahun 2025, tertanggal 9 Oktober 2025, perihal pemberhentian direksi, dinilai melanggar prosedur dan menyalahi substansi. Karenanya SK tersebut harus harus dibatalkan.
“Walikota jangan adigang adigung (otoriter-red), karena faktanya, klien kami tidak pernah dipanggil, diperiksa atau pun diadili terkait kinerjanya,” kata Mahfudz kepada wartawan di Semarang, Selasa (14/10/2025).
Terlebih, klaim Mahfudz lagi, dari hasil evaluasi dari sejumlah penilaian dari Lembaga Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan PUPR BPPSPAM dan yang lainnya, ternyata hasil kinerja kliennya dapat dibanggakan, bernilai Baik dan Sehat.
Tetapi kemudian, yang mengejutkan dan menyakitkan, kliennya justru diberhentikan sebagaimana tersebut dalam Obyek Keberatan. Hal ini kontan menuai pertanyaan kliennya.
“Jadi apa yang dijadikan dasar untuk pemberhentikan kami adalah tidak berdasar dan tidak sesuai dengan fakta yang senyatanya,” ungkap Mahfudz
Menurutnya, Terlebih jika diukur dengan 7 (tujuh) indikator (huruf a,b,c,d,e,f,g) sebagaimana tersebut pada 65 ayat (2) Peraturan Pemerintah No.54 Tahun 2017 Tentang Badan Usaha Milik Daerah yaitu Pemberhentian anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)..
“Maka kami menilai bahwa ibu Walikota telah melanggar Etika Kehidupan Berbangsa sebagaimana termuat dalam TAP MPR No. VI/MPR/2001 terkait tata krama dan sopan santun kepada sesama anak bangsa, bertindak tidak manusiawi dalam menghargai harkat dan martabat kemanusiaan,” tambahnya.
Atas dasar itu pula, pihaknya menyimpulkan, kebijakan Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng terkait pemberhentian kliennya nampak jelas yang sulit untuk ditutup-tutupi telah melakukan sejumlah pelanggaran atau kesalahan, baik pada kesalahan prosedur, maupun pada kesalahan substansi. Karenanya Obyek Keberatan harus Dibatalkan.
“Sungguh kami tidak mengira, bahwa Ibu Walikota sampai setegas dan setega itu dalam memperlakukan kepada kami. Kami menilai Ibu Walikota telah melanggar kepatutan, keajegan dan keadilan yang menjadi anak kandung dari asas Kepastian Hukum,” sebutnya
Bahkan Mahfudz juga menumpahkan kekecewannya terhadap Walikota Semarang. “Maaf, bahkan sampai matipun kami tidak akan melupakan hal yang tragis dengan terbitnya Obyek Keberatan. Semoga Ibu Walikota berkenan menyadari dan memperbaiki kekhilafan dan atau kesengajaan yang semestinya tidak perlu terjadi,” tambahnya
Sementara itu, kuasa hukum lainnya, Mochtar mendesak Walikota Semarang, Agustina Wilujeng segera mencabut dan membatalkan SK Nomor 500/947 Tahun 2025 dan Nomor 500/948 Tahun 2025, tertanggal 9 Oktober 2025, perihal pemberhentian kliennya.
“Kami menyampaikan Surat Keberatan kepada Ibu Walikota terhadap Obyek Keberatan adalah berdasar dan berlandaskan pada kejujuran, kebenaran dan keadilan. Walikota jangan adigang adigung,” ungkap Mochtar.
Dalam surat keberatan yang diajukan, Mochtar juga mempertanyakan alasan pemberhentian klien secara pihak, mengingat ketiganya masih memiliki masa bakti hingga 2029 mendatang. “Bahwa fakta hukumnya, pihaknya tidak pernah menerima Surat Teguran dari Dewan Pengawas, tidak pernah mendapat teguran atau peringatan dari Ibu Walikota dan para pimpinan di Pemerintah Kota Semarang,
Selain itu, Walikota dan Pemkot Semarang tidak disemprit (diingatkan-red) kesalahannya dari DPRD Kota Semarang, tetapi secara mengejutkan dan menyakitkan terbit Surat Kepuitusan Pemberhentian sebagaimana tersebut pada Obyek Keberatan,” beber Mochtar dalam suratnya.
Lebih lanjut Mochtar juga mempertanyakan mekanisme Wali Kota Semarang dalam mengambil keputusan sebelum mengeluarkan SK pemberhentian kliennya. Menurutnya, Wali Kota Semarang tidak mengimplementasikan mekanisme sebagaimana yang dicontohkan dalam PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, yang substansinya memanusiakan, menghargai harkat dan martabat manusia.
“Sangat disayangkan Ibu Walikota yang baru menjabat beberapa bulan, harus ternodai oleh hal-hal yang sejatinya bisa dihindari. Kami berkeyakinan Ibu Walikota mendapatkan informasi yang tidak valid dan sahih. Tapi nantinya yang menanggung konsekwensinya adalah Ibu Walikota, bukan mereka pemberi informasi tersebut,” ujarnya. (Jay/CJ)





























































Komentar