INILAHONLINE.COM, BOGOR
Walikota Bogor didesak segera mencabut Peraturan Walikota (Perwali) Kota Bogor Nomor 37 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis (Juknis) pelaksanaan sanksi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Bogor. Demikin ditegaskan Ketua DPD Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kota Bogor, Sugeng Teguh Santoso, kepada wartawan, Minggu (17/5/2020).
“Pak walikota Doktor Bima Arya tolong dicabut Perwali Kota Bogor Nomor 37 tahun 2020 tentang petunjuk teknis Pelaksanaan Penerapan Sanksi PSBB untuk penanganan Covid-19 di Kota Bogor karena ngawur pak,”kata Sugeng.
Menurut Sugeng Teguh Santoso yang biasa dipanggil STS, desakan pencabutan Perwali itu sebagai masukan dan evaluasi kapasitas dan kapabilitas Kabag Hukum dan HAM Pemkot Kota Bogor. Bahkan, ia merasa tergelitik dan bertanya tanya, apakah walikota bisa membuat muatan sanksi yang dituangkan dalam peraturan Walikota.
“Perasaan saya tergelitik dan menjadi sangat terkejut ketika membaca pernyataan Walikota Bima Arya, bahwa semua mungkin diterapkan dan semua kewenangan ada pada seorang Walikota,” tandasnya.
Lebih lanjut STS menerangkan, Perwali 37 tahun 2020 tersebut mengatur sanksi administratif, sanksi sosial dan sanksi denda (sanksi pidana) terhadap warga masyatakat, toko, tempat usaha. Yang tidak mematuhi protokol pencegahan Covid- 19 dengan sanksi disegel, ditutup bagi restoran, rumah makan dan tempat usaha, sanksi sosial membersihkan fasilitas umum dan saksi pidana denda mulai 50 ribu rupiah sampai dengan 50 juta rupiah.
“Yang pertama muncul dalam benak saya adalah pertanyaan apakah seoran Walikota mempunyai kewenangan menetapkan sanksi administratif, sosial dan pidana pada badan usaha dan perseorangan berdasarkan Perwali,” ujar STS dengan nada penuh tanya.
Atas perihal tersebut, maka DPD Partai Solidariras Indonesia (PSI) Kota Bogor membuat surat terbuka yang berisi 6 (enam) point sebagai berikut :
1. Penerapan saksi administratif, dsn saksi pidana pada badan hukum dan atau subyek hukum perseorangan adalah sebuah pengekangan, paksaan yg melanggar hak asasi manusia sehingga untuk dapat diterapkannya sanksi adminitratif dan atau pidana memerlukan persetujuan dari badan hukum atau subyek hukum perseorangan itu sendiri dlm suatu mekanisme legislasi yang harus dibahas bersama oleh wakil-wakik subyek hukum pereorang tsb di lembaga legislasi yaitu DPR/ DPRD dan wajib mendapat persetujuan parlemen (DPR atau DPRD).
Peletakkan kewenangan tersebut adalah sesuai dgn teori Trias Politika (pembagian kekuasaan) eksekutif, legislatif dan yudikatif. Eksekutif tidak boleh membuat regulasi yang mengekang hak asasi manusia tanpa persetujuan parlemen yg dituangkan secara limitatif dalam UU. Walikota Bima Arya anda telah membuat sanksi administratif dan sanksi pidana denda dlm bentuk aturan Perwali tanpa persetujuan DPRD Kota Bogor.
2. Berdasarkan pasal 15 ayat ( 1 ) ayat 1 UU 12 tahun 2011 yg dirubah dgn UU no. 15 tahun 2019 tentang Pembentukan peraturan Perundang undangan disebutkan ” materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam a).Undang Undang, b). Perda Provinsi, c). Perda Kabupaten / kota. Sama dengan hal tsb pasal 238 UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang diubah dengan UU no. 9 Tahun 2019 disebutkan ” Perda dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penuh seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar sesuai ketentuan UU.
3. Perwali no. 37 tahun 2020 tentang sanksi PSBB ini merujuk pada perda No. 11 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Kesehatan . Perwali ini bagaikan anak yg menyusun pada ibu yang salah.
Pembatasan sosial berskala besar adalah bagian dari respon kedaruratan kesehatan masyarakat yang bertujuan mencegah meluasnya penyebaran penyakit kedaruratan kesehatan masyarakat yang sedang terjadi antar orang disuatu wilayah tertentu sebagaimana diatur di pasal 59 UU no. 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan jo. Peraturan Pemerintah no. 21 tahun 2020 tentabg Pembatasan Sosial berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid 19 . Dalam UU kekarantinaan kesehatan hanya diatur saksi pidana . Tidak ada sanksi administratif apalagi sanksi sosial.
4. Pasal 126 dan 127 perda 11 tahun 2018 tentang penyelenggaraan kesehatan yg dirujuk oleh perwali kota Bogor no. 37 tahun 2020 tentang sanksi PSBB itu salah kaprah. Maksud dan tujuan serta subyek hukum yang dikenakan sanksi dlm pasal 126 dab 127 perda no. 11 tahun 2018 adalah Penyelenggaran Kesehatan baik klinik atau RUMAH sakit, tenaga kesehatan tenaga medis dlm kaitan penyelengaraan kesehatan yang melanggar, izin tidak punya izin RS, menyelenggaran layanan kesehatan tidak sesuai dgn tipe dan kelas RS,tidak memberikan layanan keadaan darurat sesuai ketentuan UU.
Sanksi dalam perda 11 tahun 2018 tentang penyelenggaraan kesehatan bukan ditujukan pada orang perseorang, restoran tempat makan, tempat usaha yang tidak mematuhi protokol pencegahan covid 19.
Selain itu bila Perwali Kota Bogor no. 37 tahun 2020 tentang merujuk pada perda 11 tahun 2018 tentang penyelenggaraan kesehatan maka kita akan tahu perda tersebut tidak mengatur sanksi sosial membersihkan fasilitas umum . Ini adalah ide yang tidak memiliki dasar pijakan hukumnya.
5. Siapa yang akan menetapkan penjatuhan sanksi, jenis sanksi yang akan dijatuhkan, besaran sanksi/ denda?. Apakah pembuat aturan dalam Perwali yaitu walikota dan aparaturnya dlm hal ini satpol PP? Sudah jelas bahwa sistim ketatanegaraan Indonesia menerapkan prinsip Trias politika sbg upaya check and balances dan penghormatan HAM dengan prinsip Fair Trial.
Dalam prinsip negara hukum ditegaskan bahwa tiada orang dapat dihukum tanpa adanya putusan pengadilan yang berkekuatan tetap. Sangat menarik pernyataan kabag Hukum Pemkot Bogor yang dapat menerapkan sanksi pada pelanggar protokol pencegahan covid 19 tanpa proses Yustisial.
6. Dalam siaran pers walikota Bogor Bima Arya menyatakan bahwa setelah melalui rapat forkompimda kota bogor perwali no. 37 tahun 2020 tentang sanksi PSBB ditetapkan.
Demikian surat terbuka dari Sugeng Teguh Santoso sebagai Ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kota Bogor yang ditujukan kepada Walikota Bogor, DR. Bima Arya. (PH/Red)
Komentar