INILAHONLINE.COM, BOGOR – Perseteruan sengketa pertanahan antara PT Sentul City Tbk (SC) yang mengaku memiliki Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dengan Rocky Gerung (RG) yang mengaku membeli tanah garapan dari seseorang oknum penggarap tanah HGB milik SC terus berlanjut. Pasalnya, masing-masing pihak saling klaim mengenai status tanah yang disengketakan tersebut.
Menurut Kepala Departemen Legal PT. Sentul City Tbk Faisal Farhan, bahwa SC mengaku telah memiliki SHGB untuk tanah yang ditempati RG dan warga di Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, sejak 1994. Sekarang SC baru mengeklaim tanah tersebut, karena pihaknya selaku pemilik tanah itu menyesuaikan dengan master plan pemanfaatan lahan itu.
“Berdasarkan master plan, SC sebagai pengembang, maka pembangunan dilaksanakan sesuai masterplan, sebelumnya kita juga telah melakukan pemanfaatan, penataan dan penguasaan aset sebagai bentuk corporate action,” Faisal Farhan saat dikonfirmasi kepada media, Jumat (24/9).
Menurutnya, SC telah memiliki sertifikat HGB sejak 1994. Sertifikat tersebut dipecah dan diperpanjang pada 2012. Dia menyatakan perpanjangan tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku. Jangka waktu kepemilikan HGB ini diatur dalam UU Pokok-pokok Dasar Agraria (UUPA) di pasal 35. Berikut bunyinya
(1) Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
(2) Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat (1) dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.
(3) Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Adapun alasan dan tujuan SC baru mengeklaim tanah tersebut sekarang adalah untuk melaksanakan Corporate Action dan pertanggungjawaban untuk mengamankan aset-aset perusahaan yang dimiliki oleh PT Sentul City.
“Tujuan utamanya adalah melaksanakan corporate action dan pertanggung jawaban untuk mengamankan aset-aset perusahaan dengan sebagaimana mestinya,” ujarnya.
Lebih lanjut Faisal menjelaskan, alasan dilakukan penataan bertujuan agar menyesuaikan dengan izin lokasi yang sudah dimiliki, yaitu kawasan pemukiman perumahan dan agrowisata. Nantinya, tanah tersebut akan digunakan sebagai pemukiman dan agrowisata. Karena pembangunannya sudah jelas sesuai dengan izin lokasi
“Namun sebelum dilakukan pengembangan, divisi land mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melakukan pemanfaatan penataan dan penguasaan aset,” pungkasnya.
Sebelumnya hal senada juga dikatakan Head of Corporate Communication Sentul City David Rizar Nugroho, pihaknya merupakan pemilik sah atas lahan yang berada di Desa Bojong Koneng, karena berdasarkan SHGB untuk tanah di Desa Bojong Koneng dengan nomor 2411 dan 2412 yang diterbitkan BPN kabupaten Bogor dan Izin Lokasi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor pada tahun 1994 silam.
David mengatakan, proses penerbitan SHGB pun telah dilakukan secara legal serta sesuai aturan dan hukum yang berlaku. Adapun warga yang mengaku dari desa Bojong Koneng termasuk RG yang mengklaim sebagai pemilik sah lahan tersebut berdasarkan penguasaan lahan secara fisik dan hanya berdasarkan surat pernyataan oper alih garapan dari oknum “biong” tanah dan tidak pernah ada atau terjadi jual beli antara SC dengan para penggarap tersebut.
“Pada intinya, tanah garapan itu tidak bisa diperjualbelikan, tapai hanya bisa dioperalihkan saja garapannya, itupun sehrusnya diketaui atau mengajukan izin kepada kami selaku pemilik sah berdasarkan SHGB atas nama kami,” ujarnya.
Terkait mengenai surat somasi yang dilayangkan oleh SC itu, tercatat di Kelurahan Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor dengan nomor 592/VI/2009 tanggal 1 Juni 2009. Untuk itu, pihaknya akan melaporkan kepada Sat Pol PP Kabupaten Bogor terkait adanya bangunan yang diduga liar dan tidak memiliki IMB yang kebetulan didirikan diatas lahan tanah HGB milik SC untuk segera dibongkar, karena telah melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 23 Tahun 2000 tentang Izin Mendirikan Bangunan.
Diketahui, sebelumnya SC mensomasi RG dan memintanya untuk segera membongkar rumahnya yang berada di Blok 026 Kampung Gunung Batu, RT 02/11, Kelurahan Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Somasi yang sama juga disampaikan kepada warga di sekitarnya yang menempati lahan diatas SHGB milik SC.
Dalam somasi tersebut. SC mengeklaim tanah tersebut adalah hak mereka. Sementara RG mempertanyakan klaim tersebut. RG-pun melawan dengan menggandeng Haris Azhar sebagai kuasa hukum. Sebab, RG mengaku sudah menguasai fisik lahan 800 meter yang ia tempati sejak 2009. Dia pun mengaku sebagai penggarap lahan yang sah.
Bahkan RG-pun beberapa waktu lalu sudah buka suara soal somasi ini. Dia mengatakan, akan berjuang memulihkan status kepemilikan lahannya yang menjadi sengketa dengan SC
“Jadi sekali lagi nggak ada unsur lain, selain kita hanya ingin menegakkan akal sehat, perlawanan dengan akal bulus Sentul City,” ujarnya.
Sementara itu, Kantor Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Bogor sebelumnya angkat bicara terkait sengketa lahan antara RG dengan PT SC. Berdasarkan pemeriksaan BPN, bahwa lahan yang digarap oleh RG dan dijadikan tempat tinggal itu telah bersertifikat HGU milik PT Sentul City.
“Sampai saat ini atas objek itu terdaftar dengan HGB atas nama PT Sentul City,” kata Kepala Kantor ATR BPN Kabupaten Bogor Sepyo Achanto, usai pertemuan dengan Bupati di Cibinong, Jawa Barat, Rabu, 22 September 2021.
Selain itu, Sepyo juga menjelaskan, saat ditanya soal pihak yang menuding sertifikat yang dimiliki Sentul City palsu. Menurutnya, BPN tidak akan mengeluarkan sertifikat palsu untuk kepemilikan kepada pemilik lahan.
“Sampai saat ini ada data, HGB sudah ada data lama. Ada datanya, jadi tidak palsu. Semua sertipikat yang terbit saya kira benar ya,” terangnya.
Lebih lanjut Sepyo juga menjawab saat dirinya ditanya apakah proses menuju penerbitan HGB milik PT Sentul City sudah melalui prosedur yang benar. Menurutnya, pihak BPN tidak akan berani mengeluarkan sertifikat asli jika melalui prosedur yang salah.
“Masa menerbitkan tanpa prosedur sertifikat asli, enggak ada yang berani saya kira. Kecuali memang palsu. Saya membuat sertifikat dengan prosedur yang benar untuk diberikan ke pemilik tanah kan enggak mungkin kan, “ tandasnya.
Masih kata Sepyo, terkait soal SHGB Sentul City tidak ada masalah, yang jelas pemanfaatan penggunaan HGB-nya itu sesuai tata ruang. HGB 20 tahun, setelah itu diperpanjang persyaratan persyaratan tertentu, seusai ketentuan sesuai tata ruang, bisa diperpanjang. Kendati demikian, BPN telah membicarakan sengketa ini bersama Pemkab Bogor dan meminta kedua belah pihak mengedepankan musyawarah.
“Ini sudah kami bahas bersama Pemkab Bogor. Kami meminta kedua belah pihak mengedempankan Musyawarah Mufakat untuk menyelesaikan masalah ini,” katanya.
Dengan ada informasi, bahwa banyak masyarakat Bojong Koneng termasuk RG yang mengaku sudah tinggal sejak lama di lokasi tersebut, maka status lahan yang disengketakan itu akan diketahui jika sudah terinventarisir oleh BPN. “Nanti kita inventarisir semuanya,” imbuhnya.
Sepyo juga menjelaskan, terkait bangunan yang dibangun di atas lahan garapan, dalam hal ini rumah RG. Bahwa pihak penggarap boleh membangun atau tidak di atas lahan garapan itu tergantung, namanya saja garapan, bukan pemilik kan. Adapun garapan yang dimaksud garapan ya menggarap.
“Sedangkan kalo Sertipikat HGB kan tanah hak, tanah hak itu atau terdaftar kan ada hak milik, ada HGB, ada hak pakai. HGB hak guna bangunan itu tanah hak. Adapun terkait masa berlaku HGB hanya berlaku selama 20 tahun, setelah itu akan diperpanjang,” pungkasnya. (Piya Hadi)
Komentar